Pancasila Wajibkan Indonesia Terima Pengungsi Rohingya
Selasa, 19 Mei 2015 - 21:52 WIB
Sumber :
- REUTERS / Thomas Mukoya
VIVA.co.id - Hampir sepekan ini Indonesia menerima eksodus ribuan pengungsi Rohingya ke tanah air. Lebih dari 1.300 pengungsi berdiam diri di sejumlah wilayah di Indonesia.
Bahkan, tak hanya Rohingya, pemerintah Indonesia juga hingga Maret 2015 juga telah menampung sekitar 11.941 pengungsi dari sejumlah negara lainnya.
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, pernah mengusulkan kepada pemerintah sebelumnya untuk membuat Undang-undang yang mengatur para pencari suaka. Namun, pada saat itu Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menolak usulan tersebut.
Baca Juga :
Bahkan, tak hanya Rohingya, pemerintah Indonesia juga hingga Maret 2015 juga telah menampung sekitar 11.941 pengungsi dari sejumlah negara lainnya.
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, pernah mengusulkan kepada pemerintah sebelumnya untuk membuat Undang-undang yang mengatur para pencari suaka. Namun, pada saat itu Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menolak usulan tersebut.
Karenanya Fahri menilai wajar saja jika para pencari suaka berbondong-bondong menuju Indonesia.
"Karena belum ada aturannya, kan harusnya pencari suaka itu ada UU-nya. 2011-2012 saya meminta agar dalam UU Imigrasi dicantumkan pasal tentang pencari suaka, tapi Kemenlu tidak setuju. Nah kenyataannya para pencari suaka di Indonesia banyak di mana-mana," ujarnya, di Candi Singosari Ballroom, Grand Sahid Hotel, Jakarta Pusat, Selasa 19 Mei 2015.
Ia juga menjelaskan, persoalan imigran gelap dengan para orang pencari suaka jelas berbeda. Perbedaan itu menurutnya karena para pencari suaka keluar dari negaranya akibat tekanan politik.
Karenanya ia mendorong pemerintah untuk mau menerima dan mengakomodasi para pencari suaka Rohingya itu, sebagai bagian sila kedua Pancasila yakni
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
"Dalam konvensi internasional jenis manusia yang seperti itu harus ditampung atau diakamodasi. Agar kita masuk dalam kategori negara yang berprikemanusiaan, sebagaimana Pancasila sila kedua," katanya.
Menurutnya, akibat belum tersedianya UU yang mengatur hal tersebut, ia menilai sikap sejumlah Eksekutif di tanah air menjadi gamang. Ia mencontoh seperti Panglima TNI yang sempat mengatakan bahwa para pencari suaka dilarang mendekati wilayah perairan Indonesia.
"Akhirnya masyarakat yang bertindak. Penolong pertamanya justru malah rakyat yakni nelayan. Harusnya mereka mencari ikan, eh malah menangkap para pencari suaka. itu kan tidak benar karena negara tidak mengatur ini. Harusnya kan negara mengatur ini, eh malah tidak mau," tuturnya.
Oleh karenanya, ia berharap bahwa pemerintah dalam hal ini Kemenlu akan segera membuat aturan atau Undang-undang terkait masalah itu. Fahri menyarankan, jika pemerintah ingin cepat dalam membuat Undang-undang, maka cukup kiranya pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (Perppu), untuk segera dapat membantu para pencari suaka Rohingya.
"Karena kita ada di rezim asylum-seekers dunia, di bawah PBB dalam rangka penanganan pengungsi. Sehingga kalau ada UU-nya kita bisa ratifikasi beberapa pasal dalam Konvensi PBB itu. Kalau sudah demikian kan akhirnya kita akan dibantu oleh badan-badan PBB itu, ini yang harus kita lakukan," paparnya. (one)