KPK Pertimbangkan Permintaan Gatot dan Istri Muda

Gatot Diperiksa Penyidik Kejagung
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui ada permohonan dari Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti untuk menjadi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator).

Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Johan Budi, mengatakan belum ada keputusan mengenai permohonan itu. Menurut dia, permohonan untuk menjadi justice collaborator itu masih dikaji.

"Iya (masih dikaji). Nanti di bagian penindakan (memberikan saran ke pemimpin) apakah layak diberi," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 27 November 2015.

Johan menyebut, permohonan justice collaborator bisa saja diajukan meskipun berkas perkara Gatot dan juga Evy telah masuk pada tahap penuntutan. Namun dia menegaskan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi agar permohonan itu dapat dikabulkan.

"Di dalam JC ada syarat-syaratnya, yakni kerja sama, mengakui, membongkar, memberi informasi kasus ini yang membuat kasus ini agar terungkap. Dia kan sudah menjalani proses itu, nanti kami menilai dia kooperatif atau tidak," ujar Johan.

Secara terpisah, Gatot mengakui bahwa dia dan istrinya telah mengajukan permohonan untuk jadi justice collaborator. Namun dia enggan berkomentar banyak mengenai hal tersebut.

"Itu tanyakan ke KPK," kata Gatot.

Saat disinggung mengenai kemungkinan pengajuan itu untuk membuka sejumlah peran pihak-pihak lain, Gatot mengelak untuk menjawabnya. Dia mengaku akan mengungkapkan dalam proses persidangannya nanti.

Diketahui, pasangan suami istri itu terjerat dalam beberapa perkara korupsi di KPK. Salah satunya adalah kasus dugaan suap kepada Hakim dan Panitera PTUN Medan. Pada perkara itu, KPK juga turut menjerat pengacara senior, Otto Cornelis Kaligis.

Selain itu, Gatot dan Evy juga merupakan tersangka kasus dugaan suap kepada mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Patrice Rio Capella. Suap tersebut terkait perkara yang menjerat Gatot di Kejaksaan.

Tidak hanya itu, Gatot juga diduga telah memberikan suap kepada Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 terkait pengesahan APBD dan pembatalan hak interpelasi.

Untuk penerima suap, KPK telah menetapkan lima orang pimpinan serta mantan pimpinan DPRD Provinsi Sumatera Utara. (ase)