Kasus Mafia Tanah Sumut, Propam Polri Diminta Turun Tangan

Lahan jalan tol Manado menuju Bitung
Sumber :
  • Raden Jihad Akbar / VIVA.co.id
VIVA.co.id - Kinerja penyidik Polda Sumatera Utara tengah disoroti banyak pihak, dari Mabes Polri hingga Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Ini lantaran penyidik menyatakan tidak ada unsur pidana dalam kasus penyerobotan oleh mafia tanah.

Diketahui, kasus ini mencuat setelah Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tertanggal 10 Februari 2015 dari Polda Sumut menyatakan ada 13 tersangka, namun belakangan pada SP2HP kepada Dirut PT Bumi Mansyur Permai (BMP) Marthin Sembiring tertanggal 18 November 2015, menyatakan kasus itu bukan tindak pidana.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengatakan, harusnya penyidik membuat terang suatu kasus. "Bukannya sebaliknya terang menjadi gelap,” kata Boyamin di Jakarta, Selasa, 1 Desember 2015.


Boyamin menjelaskan, penanganan kasus tersebut harus dievaluasi dan Propam Polri untuk memeriksa apakah ada unsur kesengajaan dengan simpulan tersebut.


“Seharusnya, sejak jauh-jauh hari menyatakan bahwa kasus itu tidak ada unsur pidananya sebelum menetapkan 13 tersangka,” ujar dia.


Kompolnas mempertanyakan kinerja Polda Sumatera Utara dalam penanganan kasus penyerobotan tanah oleh mafia tanah di Sumatera Utara dengan modus pemalsuan sertifikat tanah milik PT Bumi Mansyur Permai (BMP).


"Bagaimana pihak Polda Sumut bisa menerbitkan SP2HP, terakhir mengatakan tidak ada tindak pidana dan penyidikan dihentikan. Sedangkan dalam penyidikan dan SP2HP sebelumnya sudah ditetapkan 13 tersangka. Ini harus dipertanyakan ke Polda Sumut," kata Komisioner Kompolnas, Edi Hasibuan.


Dia akan meminta penjelasan dari Kapolda Sumut terkait keluarnya surat itu, apakah sesuai prosedur atau tidak. 


“Jika pelapor kasus itu merasa dirugikan, silakan lapor ke Kompolnas, kami akan menerimanya dan segera menindaklanjutinya,” kata dia.


Kuasa hukum PT BMP, Zakaria Bangun, menilai SP2HP yang dikirimkan oleh Polda Sumut itu kepada kliennya merupakan surat “abunawas” karena judul surat itu perkembangan penyidikan namun di dalamnya berbeda.  


“Ini benar-benar aneh dan sudah merusak tatanan hukum Indonesia. Mengapa? Karena sudah ada dua alat bukti salah satunya dari Labkrim yang menyebutkan objek hukumnya itu palsu alias surat palsu tapi dinyatakan bukan merupakan tindak pidana,” katanya.   


Ia menilai, SP2HP 18 November 2015 itu akal-akalan dari penyidik guna mencegah mereka digugat praperadilan. “Judulnya SP2HP tapi isinya kasus itu bukan tindak pidana,” ucap dia.


Sebelumnya, PT Bumi Mansyur Permai (BMP) yang menjadi korban aksi penyerobotan tanah oleh mafia di Sumatera Utara dengan modus pemalsuan sertifikat tanah, meminta pelindungan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Presiden Joko Widodo.


Perlindungan itu berupa penuntasan penanganan kasus tersebut yang sejak 2014 telah ditetapkan sebanyak 13 tersangka namun mereka belum ada yang ditahan alias masih bisa berkeliaran bebas. Otak dari aksi penyerobotan tanah itu diduga dilakukan oleh pengusaha asal Medan Tamin Sukardi alias Tan Tie Su.


Sebab, kata dia, dari 13 tersangka itu, dua di antaranya merupakan anak Tamin Sukardi, yaitu Tadjudin dan Eddy Tanoto. 


Komisi III DPR RI  sudah menerima laporan dan gelar perkara PT BMP atas pemalsuan sertifikat dan akan menindaklanjuti dengan membentuk Panja Mafia Tanah dan segera akan memanggil kapolri.