Kisah Haru Wanita yang Selamat dari Tsunami Aceh

Peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id - Minggu, 26 Desember 2004 menjadi hari paling bersejarah bagi rakyat Aceh dan juga Indonesia. Gempa berkekuatan 9,3 Skala Richter diikuti gelombang tsunami Samudera Hindia telah menewaskan lebih dari 230.000 jiwa.

Di balik semua berita duka bencana itu, tersingkap banyak kisah dramatis perjuangan rakyat Aceh untuk tetap hidup di tengah terjangan gelombang besar.

Seperti yang dikisahkan salah satu korban selamat bernama Rahmi, warga Lambaro Skep, Kuta Alam, Banda Aceh.

Saat gelombang tsunami menerjang, Rahmi masih berusia 12 tahun. Ia selamat dari terjangan gelombang karena berhasil memanjat ke atap lantai dua rumah tetangganya bersama ibu dan adiknya.

"Kami terus memanjat dan merangkak ke puncak atap rumah itu, sampai akhirnya gelombang menghancurkan rumah kami," katanya kepada VIVA.co.id belum lama ini.

Meski berhasil selamat, perasaan bersalah selalu menghantui Rahmi. Sebab, ia tak mampu menyelamatkan nyawa seorang anak perempuan yang sempat meminta tolong kepadanya.

"Anak perempuan itu terbawa gelombang dan tersangkut di atap rumah di depan saya. Dia minta tolong, tapi saya tidak mampu menolongnya. Dia berusaha memanjat mendekati kami, tapi sayang gelombang kedua datang dan menyeret tubuh mungilnya," kata Rahmi.

Anak perempuan tak dikenal itu akhirnya ditemukan sudah tak bernyawa tak jauh dari rumah tempat Rahmi dan keluarganya menyelamatkan diri.

Rahmi nyaris saja kehilangan ayanda tercinta. Karena saat tsunami melanda, ayah Rahmi terseret dan hilang ditelan gelombang.

"Setelah gelombang surut, kami mencari ayah dan Alhamdulillah, ayah selamat," katanya.

Ayah Rahmi berhasil lolos dari maut berkat pertolongan jeriken minyak yang ditemukannya secara tak sengaja saat dirinya diombang-ambing gelombang.

Setelah seluruh keluarga berkumpul, mereka lalu pergi mencari bantuan ke Masjid Baiturrahman.

"Ternyata banyak yang selamat dan berlindung di masjid. Karena air tidak sampai menyentuh lantai masjid," ujarnya.

Rahmi dan keluarga pun memutuskan untuk tinggal di masjid itu.

Selama berada di masjid, hampir setiap waktu Rahmi menyaksikan warga mengembuskan napas terakhirnya.

"Kami tidur di sana. Tak jarang kami tidur bersama mayat orang yang sudah meninggal, padahal malam harinya dia masih bisa bicara," jelasnya.

Selanjutnya... Aceh lumpuh dan panik...