Rusia Melobi Jokowi untuk Ekstradisi Gembong Narkoba

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Rupanya pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Delegasi Sekretaris Dewan Keamanan Federasi Rusia yang dipimpin Nikolai Patrushev juga berkaitan dengan ekstradisi para terpidana narkotika. Pihak Rusia meminta pemerintah menyetujui ekstradisi terhadap gembong narkoba asal Rusia yang saat ini ditahan di Indonesia.

"Ada enam rupanya orang Rusia yang ditahan di Indonesia. Salah satunya adalah gembong narkobanya. Mereka minta ekstradisi," jelas Luhut usai mendampingi Presiden Joko Widodo menemui delegasi Rusia, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 10 Februari 2016.

Namun, hingga saat ini, kata dia, kedua negara tak memiliki perjanjian ekstradisi. Oleh karena itu, permintaan pihak Rusia belum bisa dikabulkan. Namun, Luhut mengatakan, perjanjian kerja sama ekstradisi bisa dilakukan pada waktu ke depan mengingat hal tersebut ada kalanya menguntungkan bagi kedua negara.

"Saya kira kita akan buka aksesnya," kata Luhut lagi.

Sementara Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly, mengakui, sudah ada pembicaraan dengan Rusia terkait permintaan ekstradisi itu. Hanya, perlu dibuat mutual legal assistance (MLA) terlebih dahulu. Pihak Rusia pula sudah menyerahkan draf dari pihaknya dan kemudian akan dilakukan pembahasan oleh kedua belah pihak.
 
"Nanti pada tingkat teknis, tim kami dari Kumham, Kemenko Polhukam, Polri akan membahas ini dengan tim mereka. Setelah itu, nanti kami harapkan ada penandatanganan MoU pada bulan 5 kalau ada kunjungan ke Rusia," jelas Yasonna.

Setelah adanya penandatanganan memorandum of understanding atau nota kesepahaman, baru nantinya akan dibahas oleh pemerintah Indonesia untuk diregulasikan dalam undang-undang.
Permintaan lain dari Rusia adalah adanya transfer sentenced person, yakni bahwa para pelaku kejahatan warga Rusia yang ditahan di Indonesia bisa menjalani hukuman di Rusia.

"Itu kan kita harus punya undang-undang dulu, transfer of sentenced person. Itu juga pernah diminta Iran. Tapi, kan undang-undang kita belum ada," kata politikus PDI Perjuangan ini. (one)