Margriet Lontarkan 'Cerita Sedih' di Sidang Kasus Engeline

Terdakwa kasus pembunuhan Engeline, Margriet Cristina Megawe (kanan) mendengarkan tuntutan jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (04/02/2016).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

VIVA.co.id - Terdakwa pembunuh bocah Engeline, Margriet Christina Megawe, hari ini membacakan sendiri pembelaan atau pledoi terhadap dakwaan pembunuhan yang dikenakan jaksa atas dia di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali.

Dalam pembelaannya, Margriet menceritakan sebuah cerita yang berbeda dengan fakta dalam persidangan.

Dalam pembelaannya, Margriet mengaku difitnah secara keji sebagai pelaku pembunuhan anak angkatnya sendiri. Pada kesempatan itu, Magriet mengaku memaafkan mereka yang telah menuduhnya melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.

"Saya mengampuni mereka yang telah menuduh dan menempatkan saya di kursi persidangan ini. Ampunilah mereka, ya Tuhanku," kata Margriet, Senin 15 Februari 2016.

Ia menyebutkan, pada Sabtu 16 Mei 2015, tak terlintas sedikit pun dalam benaknya jika itulah kali terakhirnya melihat anak angkatnya sendiri.

"Tidak ada terlintas di firasat saya sedikitpun untuk terakhir kalinya melihat keceriaan dan kebersamaan yang sudah saya jalani yang saya sayangi," ujarnya.

Kebersamaan yang sudah terjalin selama tujuh tahun, hilang untuk selamanya setelah Engeline dibunuh dengan cara yang amat keji.

"Pagi hari dia masih menonton televisi dan makan mie instan sebelum ke luar dan meminta izin menyerahkan pensil kepada Agus Tay. Itulah saat terakhir saya melihat anak saya," kata Margiet bercerita.

Setelah menunggu lama tak kembali, Margriet mengaku mencari Engeline. Ia memanggil-manggil nama putri angkatnya itu.

"Saya memanggil Engeline tapi tidak kunjung menyahut. Saat itu saya berpikir Engeline main ke rumah tetangga. Agus saat itu di bawah pohon mangga mendengar saya memanggil Engeline tetapi dia diam saja. Dia tidak memberi keterangan di mana Engeline, meski dia tahu saya mencari Engeline," ujar Margriet.

Ia akhirnya memutuskan untuk mencari Engeline ke rumah tetangga, di mana hasilnya tetap saja nihil. Setelah dari tetangga, Margriet mengaku baru menanyakan Engeline kepada Agus Tay.

"Dia jawab 'saya kira sudah kembali ke ibu'. Saya panik, saya kira telah diculik. Saya tidak tahu Engeline sudah dibunuh secara keji. Saya tidak sedikitpun mencurigai Agus Tay yang ada di rumah saya," ujar Margriet.

Ia juga tak mencurigai gelagat Agus Tay yang tak mau diajaknya mencari Engeline. Namun, ia sangat menyesalkan upayanya mencari Engeline dianggap sebuah drama. "Pencarian saya dianggap drama. Pedih hati saya. Ibu pasti akan mencari anaknya kalau dipanggil tak datang," katanya.

Berjam-jam dicari, namun Engeline tak ditemukan. "Di tengah keputusasaan saya menelepon paranormal, kerabat, Polsek Dentim, klian adat. Itu bukan drama. Itu naluri ibu agar dapat dipertemukan dengan anaknya secepat mungkin," kata Margriet.

"Saya tidak menaruh dendam kepada penyidik dan benci kepada JPU. Apa yang disampaikan JPU dalam surat tuntutannya adalah sama sekali tidak benar. Saya hanya berdoa agar JPU tidak sampai mengalami kejadian seperti yang saya alami ini, bagaimana kejinya difitnah," ujar dia.

Margriet mengaku percaya majelis hakim telah melihat fakta persidangan yang sesungguhnya terjadi. "Saya berdoa dan berharap agar apa yang saya alami tidak perlu lagi terjadi kepada orang lain, terutama kepada JPU," kata dia.

Ia berharap persidangan ini dapat berjalan fair agar masyarakat mengetahui fakta sesungguhnya, bukan rekayasa dan fitnah. "Tuhan telah merancang rencana damai sejahtera. Hanya kepada Tuhan saya mohon keadilan melalui majelis hakim berupa keputusan seadil-adilnya," ucap Margriet.

(ren)