Cerita Unik Fenomena Gerhana Matahari Total era Soeharto
- www.lapan.go.id/Odd Høydalsvik
VIVA.co.id – Fenomena unik Gerhana Matahari Total (GMT) yang terjadi di Indonesia pada Rabu, 9 Maret 2016, rupanya pernah terjadi di era Presiden Soeharto, tepatnya pada 11 Juni 1983 silam. Sejumlah kesaksian dan fakta aneh terjadi di berbagai wilayah Indonesia menyikapi fenomena alam luar biasa saat itu.
Fenomena GMT 1983 memang menjadi fenomena alam unik yang baru terjadi pertama kali di Indonesia. Bangsa Indonesia pun kala itu dianggap kebingungan menyikapinya. Sejumlah peringatan keras dan larangan dikeluarkan oleh pemerintah kepada rakyat yang juga masih awam terhadap fenomena GMT.
Pemerintah melalui Departemen Penerangan saat itu gencar melarang masyarakat melihat gerhana matahari total yang bertepatan pada hari Sabtu, 29 Syakban 1403 Hijriah. Larangan itu secara massif disampaikan melalui berbagai media, baik elektronik, cetak bahkan melalui spanduk di jalan-jalan.
"Ada larangan keluar rumah, sekolah yang kala itu masuk akhirnya dipulangkan lebih awal. Para siswa diimbau untuk bersembunyi di rumah. Pokoknya jangan sampai ada yang melihat gerhana," kata Ketua Umum Asosiasi Maestro Astronomi dan Ilmu Falak Indonesia, AR Sugeng Riyadi, dalam sebuah diskusi tentang GMT 2016 di Semarang, baru-baru ini.
Kepolisian bahkan menggelar patroli khusus untuk mengingatkan masyarakat agar tidak menonton GMT secara langsung. Termasuk menghalau paksa masyarakat agar masuk ke rumah.
"Saya sendiri masih sangat ingat tulisan spanduk bergambar Pak Harto (Presiden Soeharto) yang bertuliskan 'Jangan mencoba-coba melihat gerhana matahari walaupun hanya sedetik. Kebutaan akibat melihat langsung gerhana matahari tidak dapat diobati'," kata Pakar Ilmu Falak Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, KH Ahmad Hambali.
Saat kejadian GMT, Ahmad mengaku secara kebetulan melihat langsung fenomena GMT yang dilarang pemerintah itu. Ia bahkan menyebut, banyak fakta aneh terjadi pada detik-detik terjadinya gerhana.
"Pagi itu pukul 08.00 WIB saya dari Semarang memang sengaja berangkat ke Boyolali untuk menyaksikan GMT di sana. Kebetulan di Boyolali GMT waktunya lebih lama dibanding Semarang," ujar Ahmad.
Dalam perjalanannya sampai Masjid Baiturrahman, Simpang Lima Semarang, sudah terlihat kerumunan orang yang berbondong-bondong untuk salat gerhana. Namun ia mengaku kesulitan mendapat moda transportasi jurusan Semarang-Solo karena tidak adanya bus umum di jalan.
Beruntung ada sebuah armada colt tua yang kebetulan nekat beroperasi meskipun hanya ditumpangi lima orang penumpang. Di sepanjang perjalanan itu bahkan tidak satu pun dijumpai rumah warga atau jendela yang dibuka.
"Tapi belum sampai tujuan Boyolali, gerhana matahari total ini datang dari arah Barat dengan sangat cepat. Suasana saat itu langsung gelap seperti habis magrib. Waktu itu saya langsung minta sopir untuk menyalakan lampu,” katanya.
Di tengah kejadian gerhana matahari total yang sangat gelap, Ahmad bahkan sempat mengeluarkan kepala melalui jendela kiri mobil untuk melihat langsung gerhana. Ia bahkan melihat gerhana total ini dengan indahnya, di mana planet Venus dan Jupiter terlihat. Planet Mars bahkan posisinya sangat dekat dengan matahari.
"Pada situasi gerhana itu, saya lihat sejumlah hewan berlarian ke sana kemari. Seperti ayam yang berlarian ketakutan.”
GMT 1983 tersebut terjadi saat siang pukul 11.29 WIB. GMT yang sarat kontroversi itu bahkan merupakan gerhana terpanjang yang terjadi yakni sekitar 5 menit 4 detik.
Di tengah larangan itu, anehnya masyarakat hanya boleh menyaksikan GMT dari siaran langsung Stasiun TVRI yang bekerjasama dengan NHK Jepang. Siaran langsung dilakukan di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. (ase)