Istri Siyono Tolak Uang, Pengamat: Keadilan Tak Bisa Dibeli

Anggota Polisi mengamankan lokasi saat akan melakukan penggeledahan rumah terduga teroris berinisial SY di Brengkungan, Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (10/3).
Sumber :
  • ANTARA/ Aloysius Jarot Nugroho

VIVA.co.id – Pengamat Terorisme Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta M Zaki Mubarak mengatakan sikap menolak menerima uang dari kepolisian merupakan  perjuangan untuk meminta keadilan.

"Pengembalian uang itu memperlihatkan bahwa tidak bersedia kezaliman dibarter (ditukar) dengan uang," kata Zaki di Jakarta, Kamis, 31 Maret 2016.

Menurutnya, cara Detasemen Khusus 88 Antiteror memberikan uang kepada keluarga korban untuk menutup kasus terkait tewasnya jelas sangat tidak mendidik. "Keadilan tidak bisa diperjualbelikan," katanya.

Hingga hari ini, tidak ada ungkapan permintaan maaf oleh pihak Densus 88 Antiteror terkait itu. Apabila uang itu untuk kerahiman maka harus dijelaskan oleh Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

"Sebelumnya pihak keluarga pun tidak paham dengan diberitahu apa alasan diberi dua uang gepok itu," katanya.

Dengan demikian, kata Zaki, langkah untuk mendapatkan keadilan karena merasa dizalimi oleh Densus 88 Antiteror yang telah menghilangkan nyawa suaminya merupakan hak setiap warga untuk mendapatkan keadilan.

Oleh karena itu, langkah perlu diapresiasi. Sebab, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Densus atas nama teroris cenderung lebih dibiarkan.

"Yang mengkritisi Densus justru sering dipojokkan sebagai pro teroris," katanya.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Agus Rianto menuturkan bahwa diduga akibat melakukan perlawanan dengan anggota Densus 88 Antiteror saat diamankan di mobil.

"Namun, di perjalanan tersangka melakukan perlawanan terhadap anggota dan menyerang anggota yang mengawal dan akhirnya terjadi perkelahian di dalam mobil. Setelah situasi dapat dikendalikan, tersangka kelelahan dan lemas," ungkap Agus.