Punya Pemimpin Populer, Jakarta Gagal Raih Pemda Terbaik
- Fajar Ginanjar - VIVA.co.id
VIVA.co.id – Direktur Bina Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan, bukan DKI Jakarta, Bandung atau Surabaya yang meraih penghargaan sebagai pemerintah daerah (pemda) terbaik tahun ini.
Meski ketiga daerah tersebut, dipimpin kepala daerah yang cukup populer di kalangan masyarakat seperti Basuki Tjahaja Purnama (DKI Jakarta), Ridwan Kamil (Bandung) maupun Tri Rismaharini (Surabaya), namun tak berhasil menjadi pemda terbaik.
"Tahun lalu Surabaya dapat, tapi tahun ini tidak, banyak problem di sana. Belum tentu yang di sosial media kelihatan bagus, terus bagus juga penilaian pemerintah," kata Soni sapaan akrab Sumarsono, di Alun-alun Wates, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Yogyakarta, Senin 25 April 2016.
Soni menerangkan, ada 12 Pemerintah Daerah yang memperoleh penghargaan pemerintahan terbaik, dari Pemerintah Pusat dalam peringatan Hari Otonomi Daerah ke-20 yang jatuh pada hari ini, Senin 25 April 2016.
12 Pemerintah daerah tersebut antara lain, Pemerintah kabupaten Kulon Progo, Pemkab Pasaman, Pemkot Semarang dan Pemkot Probolinggo. Keempatnya meraih penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha, yakni penghargaan tertinggi kepada pemerintah daerah yang selama 3 tahun berturut-turut berstatus kinerja terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sementara untuk kategori Satyalancana Karyabhakti Praja Nugraha diberikan kepada Gubernur Jawa Barat, Bupati Tulung Agung, Bupati Nganjuk, Bupati Kudus, Bupati Bintan, Wali kota Probolinggo, Walikota malang dan Mojokerto.
Soni menuturkan, penilaian pemerintah pusat terhadap kinerja Pemda berdasarkan pada hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD).
Penilaian tersebut menurut Soni, didasarkan pada laporan kerja formal dan bukan didasarkan popularitas semata. Karenanya, kepala daerah yang populer tidak menjamin laporan penyelenggaraan Pemerintah daerahnya bagus.
"Kita tidak melihat dari sisi popularitas, ada LPPD, dia populer tapi malas membuat laporan dan tidak mengikuti aturan akuntabilitas, ya percuma," ujar dia.
Soni menerangkan, setidaknya ada 70 indikator dalam penilaian LPPD tersebut yang dinilai oleh semua kementerian dan lembaga yang terkait. Adapun masing-masing lembaga mempunyai tim sebanyak 17 orang untuk melakukan penilaian.
"Jadi komprehensif, termasuk temuan-temuan dinilai, makin banyak ya makin jelek, apalagi kalau disklaimer ya akan hancur, aset di mata publik, respon media, jadi akuntabilitas statis dan dinamis," terang Soni.