Propaganda Kebangkitan Komunis Dianggap Cuma Modus Lama

Ketua Setara Institute, Hendardi, di Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Ade Alfath

VIVA.co.id – Pegiat Hak Asasi Manusia dari Setara Institute, Hendardi, menilai pernyataan Presiden Joko Widodo – melalui Sekretaris Kabinet dan Kapolri – soal kebangkitan komunisme adalah modus lama yang digunakan untuk membungkam kebebasan warga. Modus itu juga dipadang sebagai cara menghalang-halangi upaya pengungkapan kebenaran dan pemulihan hak korban Tragedi 1965.

Menurut Hendardi, langkah pemerintah menghadapi dugaan kebangkitan komunisme menggambarkan kemunduran sikap pemerintah, yang sedang berupaya mencari terobosan penyelesaian kasus 1965.

"Jokowi kemungkinan memperoleh masukan yang tidak tepat dari para pembantunya, atau bahkan pihak-pihak tertentu sengaja membelokkan fenomena intoleransi dalam bentuk pembubaran berbagai kegiatan masyarakat sebagai bentuk kebangkitan komunisme," kata Hendardi melalui pesan tertulisnya, Rabu 11 Mei 2016.

Diutarakannya, Indonesia masih memiliki Tap MPRS dan UU No. 27 Tahun 1996 tentang perubahan pasal 107 KUHP yang intinya melarang komunisme, semua pihak telah mafhum. Tetapi penggunaan ketentuan tersebut secara membabi buta merupakan tindakan yg membahayakan demokrasi dan HAM," ujarnya.

Selama ini menurut Hendardi, tuduhan kebangkitan komunisme tidak pernah bisa diverifikasi dan dibuktikan oleh pemerintah. Alasannya hal itu adalah propaganda tanpa indikasi dan bukti yang kuat. Sementara tindakan radikal dan intoleran justru memanifes dalam bentuk kekerasan yang nyata.

"Jadi tidak bisa soal radikalisme kanan dan komunisme kiri diperlakukan sama. Jika propaganda kebangkitan komunisme terus dilanjutkan dan diafirmasi oleh pemerintah, yang menjadi korban utama adalah kebebasan sipil," ujar Hendardi.

Untuk itu, kata Hendardi, Jokowi semestinya paham bahwa munculnya propaganda yang mendaur-ulang ketakutan terhadap komunisme, kuat dugaannya didesain dan didorong pihak-pihak tertentu yang selalu ingin menciptakan hantu-hantu di kepala rakyat seolah-olah Partai Komunis Indonesia akan bangkit kembali.

"Itu lagu lama yang selalu diputar ulang ketika menguatnya aspirasi masyarakat sipil mendesak penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965. Agenda tersebut adalah janji Jokowi yang tertuang dalam Nawacita," lanjut Hendardi.

(ren)