Pengurus Ditangkap Pungli, Ketua Kokpit Gugat Polda Sulut
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA.co.id - Ketua Umum Komite Nasional Korban Politik Timor-Timur (Kokpit), Batista Sufakefi, berencana menggugat Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut) yang telah menangkap pengurusnya di sana karena diduga memotong uang kompensasi dari warga eks Timor-Timur. Batista menilai polisi asal tangkap tanpa klarifikasi.
Batista menjelaskan, sebetulnya aksi yang dilakukan pengurus Kokpit Sulut berinisial M bukan pungutan liar atau pemotongan kompensasi.
Dia menyebut uang sebesar Rp1,5 juta itu adalah kontribusi anggota Kokpit kepada organisasi. "Polisi salah paham itu," katanya ditemui VIVA.co.id di acara e-Warong Kube di Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, pada Jumat, 21 Oktober 2016.
Di Kokpit, kata Batista, sudah ada kesepakatan antara anggota dengan pengurus tentang kontribusi dari anggota penerima kompensasi atau bantuan apapun. Besaran kontribusi berbeda-beda di masing-masing Kokpit daerah. "Itu sudah diatur di organisasi. Kami sudah klarifikasi soal itu juga ke Bu Mensos," ujarnya.
Begitu juga penyerahan uang dari penerima kompensasi eks Timor-Timur kepada pengurus Kokpit berinisial M di Sulut, setelah dana kompensasi dicairkan di kantor Bank Negara Indonesia cabang Manado pada Kamis, 20 Oktober 2016. "Pengurus saya itu mendampingi anggota Kokpit mencairkan kompensasinya," kata Batista.
Namun, dia berdalih, polisi sepertinya salah paham dan langsung menangkap M tanpa meminta klarifikasi lebih dulu. "Setelah kami jelaskan ke polisi semalam bahwa itu kontribusi, pengurus kami tadi malam sudah dilepas. Sudah tidak ada masalah," ujarnya.
Kendati sudah tidak ada masalah, Kokpit tetap berencana menggugat Polda Sulut. Batista menilai penangkapan anak buahnya di kantor BNI Kota Manado tidak sesuai aturan. "Karena penangkapan itu sudah merusak citra perorangan dan organisasi kami," katanya.
Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, sebelumnya terlihat meradang ketika mendengar kabar pungli kompensasi eks Timor-Timur di Manado. Dia heran masih ada oknum yang memanfaatkan kompensasi untuk kepentingan yang tidak berhak.
Padahal, bantuan dan kompensasi sudah disalurkan secara nontunai, melalui rekening tabungan atas penerima bantuan atau kompensasi. "Kalau orang (penerima kompensasi eks Timor-Timur) sudah dikasih buku tabungan, lalu dipotong oleh oknum setelah dicairkan di bank, itu namanya sudah preman," kata Khofifah.