Catatan Rezim SBY atas Proses Hukum Kasus Munir

Sudi Silalahi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sumber :
  • Antara/ Widodo S Jusuf

VIVA.co.id - Aktivis HAM serta pendiri Kontras dan Imparsial, Munir, meninggal dunia di atas pesawat Garuda yang sedang dalam penerbangan menuju Amsterdam pada 7 September 2004.

Pada pertengahan bulan November 2004, pemerintahan Presiden SBY yang baru berusia 3 minggu, mendapat desakan dari keluarga almarhum serta kalangan LSM untuk melakukan investigasi, karena didapat informasi dari Belanda bahwa Munir meninggal dunia akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.

SBY, yang tidak suka disebut tidak serius dalam mengungkap kasus itu pun angkat bicara. Ia menggelar konferensi pers di kediamannya, Cikeas, Bogor, Selasa, 25 Oktober 2016.

Presiden dua periode, dari 2004-2014, itu mengaku membahas soal hilangnya dokumen tim pencari fakta (TPF) Munir dengan para mantan pejabat Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) selama dua minggu. Setelah itu, mereka berhasil menyusun suatu pernyataan sikap. Tampil sebagai pembaca atas hasi itu adalah mantan Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi.

Dari pernyataan sikap itu, Sudi membacakan bagaimana perjalanan proses hukum dari kasus Munir setelah mendapatkan informasi dari Belanda soal racun arsenik.

Berikut lengkapnya:

- Pada 18 November 2004, Markas Besar Polri memberangkatkan tim penyidik (termasuk ahli forensik) bersama Koordinator Kontras Usman Hamid ke Belanda guna mendapatkan dokumen otentik dan hasil otopsi. Presiden SBY mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah akan melakukan penegakan hukum atas meninggalnya Munir.

- Pada akhir November 2004, Imparsial dan Kontras menyerahkan draf usulan pembentukan tim pencari fakta independen kepada Juru Bicara Presiden. Setelah dilakukan pembahasan dengan para pejabat terkait, utamanya jajaran penegak hukum, pada 22 Desember 2004, SBY menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir. Tim TPF tersebut terdiri dari unsur-unsur Polri, Kejaksaan Agung, Departemen Luar Negeri dan kalangan LSM.

- Pada akhir Juni 2005, (setelah SBY membaca rekomendasi TPF Munir dalam laporan akhirnya) Mabes Polri mengerahkan 30 penyidik untuk lebih mengefektifkan dan menuntaskan kasus Munir pasca TPF. Di samping unsur Bareskrim dan Polda Metro Jaya, Interpol Polri juga dilibatkan.

- Pada bulan Juli 2005, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selanjutnya pada awal Agustus 2005, Pengadilan Jakarta Pusat mulai menyidangkan terdakwa Pollycarpus, dengan dakwaan melakukan pembunuhan berencana dan diancam hukuman mati.

- Dalam perkembangannya proses penyelidikan dan penyidikan perkara Munir yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dapat dijelaskan sebagai berikut :

9 Agustus 2005:
Pengadilan untuk kasus Munir dengan terdakwa Pollycarpus mulai digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana dan diancam hukuman mati.

20 Desember 2005:
Dalam sidang Pollycarpus ke-26, Majelis Hakim membacakan putusan Pollycarpus terbukti turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan pemalsuan dokumen. Pollycarpus dijatuhkan hukuman penjara 14 tahun. Pollycarpus segera mengajukan banding dan menolak vonis.

27 Maret 2006:
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memvonis 14 tahun penjara bagi Pollycarpus dalam berkas 16/Pid/ 2006/PT. DKI. Putusan ini sama persis dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 20 Desember 2005 yang lalu.

8 Mei 2006:
Penasehat hukum Pollycarpus mengajukan memori kasasi ke MA.

3 Oktober 2006:
Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menyatakan Pollycarpus tidak terbukti terlibat pembunuhan berencana terhadap Munir. Pollycarpus hanya terbukti bersalah menggunakan dokumen palsu dan divonis 2 tahun penjara.

1 Januari 2007:
Jaksa Agung, Abdulrahman Saleh menyatakan akan mengajukan PK berdasarkan bukti baru kontak telepon dan pesan pendek antara Pollycarpus dengan Muchdi PR.

- Menyikapi desakan berbagai pihak terhadap penyelesaian perkara pembunuhan Munir maka pada 24 Januari 2007, SBY menyetujui rencana Kapolri Jenderal Polisi Sutanto untuk membentuk tim penyidik baru yang diketuai langsung oleh Kabareskrim Komjen Pol. Bambang Hendarso Danuri dengan Surat perintah kapolri Nomor: 90/ I/ 2007 tentang tugas penyelidikan dan penyidikan perkara pembunuhan Munir.

Secara kronologis langkah penyelidikan dan penyidikan oleh tim penyidik baru yang dipimpin oleh Kabareskrim Polri Komjen Bambang Hendarso Danuri adalah sebagai berikut:

10 April 2007:
Kapolri Jenderal Sutanto menyatakan ada dua tersangka baru dari PT Garuda dengan inisial IS dan RA. Sutanto juga menyatakan berdasarkan temuan uji forensik dari Seattle, Munir diracun di Bandara Changi.

13 April 2007:
Kabareskrim Polri Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri mendatangi Kantor Kejaksaan Agung untuk menyerahkan bukti baru (novum) untuk keperluan PK (Peninjauan Kembali) atas kasasi Pollycarpus.
Dalam upaya menemukan bukti baru (novum) tersebut, langkah-langkah yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

- Mengirimkan organ tubuh Munir dari hasil otopsi ke Laboratorium Forensik Seattle Amerika Serikat untuk mengetahui penyebab meninggalnya Munir akibat racun arsen.
- Melakukan pemeriksaan saksi-saksi di antaranya:

1) Asrini Putri (mahasiswi Indonesia di Jerman yang mengetahui Munir, Polycarpus dan Ongen Latuhamalo sewaktu duduk bersama di satu meja di Coffee Bean Bandara Changi Singapore) di Jakarta.
2) Kolonel Budi Santoso, mantan Direktur pada Deputy V BIN (di bawah Mayjen Muchdi Pr) yang ditugaskan sebagai Perwakilan BIN di Afganistan. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Kedubes Singapura dan Kantor Kedubes Malaysia.
3) Asad, Wakil kepala BIN, dilakukan pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
4) Ongen Latuhamalo, saksi yang duduk satu meja dengan Munir dan Polycarpus di coffee bean bandara Changi Singapore sebelum Munir meninggal di atas pesawat.

- Melakukan olah TKP dan rekonstruksi proses pembunuhan Munir di bandara Changi Singapore bekerja sama dengan Kepolisian Singapura.
- Menjemput dan memberikan jaminan keamanan atas saksi Ongen Latuhamalo di Kuala Lumpur Malaysia, saat penerbangan dari Belanda ke Jakarta.
- Menjemput saksi Asrini dari Jerman untuk menghadiri sidang pemeriksaan saksi di sidang Peninjauan Kembali di PN Pusat.
- Untuk melengkapi pembuktian, diperlukan keterangan dari saksi ahli antara lain: ahli toxicology forensic Rernad; I Made Agus Gel gel Wirasuta; ahli Kedokteran Forensic Amar Singh; Mun’im Idris, dan ahli Digital Forensic Joni Torino.
- Melakukan penyitaan hard disk komputer pada staf pribadi Deputy V BIN.
- Melakukan penyitaan buku catatan keuangan Kolonel Budi Santoso yang berisi catatan pengeluaran dana kepada Polycarpus.

14 April 2007:
Mabes Polri menangkap Indra Setiawan (mantan Dirut PT Garuda) dan Rohainil Aini (mantan Sekretaris Kepala Pilot PT Garuda) dalam perkara membantu tersangka Polycarpus dalam pembunuhan Munir, (membuat dan menanda tangani surat untuk Polycarpus sebagai Aviation Security). Dalam proses persidangan Majelis hakim menjatuhkan Vonis 1 tahun 8 bulan terhadap kedua terdakwa.

16 Agustus 2007:
Sidang pertama PK kasus Munir dengan terdakwa Pollycarpus digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam materi PK yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum disebutkan adanya bukti baru yang menunjukkan Pollycarpus terlibat dalam pembunuhan Munir.

11 Januari 2008:
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap Indra Setiawan dan Rohanil Aini degan pidana penjara 1 tahun 8 bulan penjara.

25 Januari 2008:
Majelis PK terdiri dari: Bagir Manan Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Parman Soeparman, Djoko Sarwoko, Paulus E. Lotulung, Harifin Tumpa, menyatakan bahwa terpidana Pollycarpus Budihari Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana: 1. Melakukan pembunuhan berencana; 2. Melakukan pemalsuan surat; oleh karena itu menghukum terpidana dengan pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun.

Bulan Januari 2011:
Pollycarpus mengajukan PK. MA mengabulkan PK Pollycarpus dan mengurangi masa hukuman menjadi 14 (empat belas) tahun.

- Penyidikan terhadap Muchdi Pr

16 April 2008:
Penyidik mengirimkan SPDP kepada JPU dengan Nomor: 17/IV/2008/ Dit I Bareksrim.

19 Juni 2008:
Tim penyidik Polri melakukan penangkapan terhadap Muchdi Pr, mantan Deputy V BIN, selanjutnya dilakukan pemeriksaan dan penahanan di Bareskrim Polri degan persangkaan: sebagai penganjur melakukan pembunuhan berencana sebagai mana dimaksud dalam pasal 55 ayat 1 ke 2e jo 340 KUHP.

4 Agustus 2008:
Berkas perkara atas nama tersangka Muchdi Pr dinyatakan lengkap oleh Tim JPU Kejaksaan Agung RI, dan ditindaklanjuti dengan penyerahan tahap II tersangka Muchdi Pr dan barang bukti kepada Tim JPU Kejaksaan Agung.

31 Desember 2008:
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Muchdi Pr.

12 Januari 2009:
Kejaksaan Agung mendaftarkan kasasi atas putusan PN Jakarta Selatan yang membebaskan Muchdi Pr, terdakwa kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, selanjutnya Mahkamah Agung menolak permohonan Kasasi yang diajukan oleh Jaksa.

 

(ren)