Penjelasan soal Delapan Anggota Polri Mangkir Panggilan KPK

Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli Amar.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Syaefullah

VIVA.co.id – Delapan anggota Polri mangkir dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terkait perkara kasus ijon proyek di Dinas Pendidikan di Pemerintah Banyuasin, Sumatera Selatan. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli Amar angkat bicara soal pemanggilan anggota Korps Bhayangkara tersebut.

Dia mengatakan, delapan anggota kepolisian telah dilakukan pemeriksaan di internal Polri itu sendiri.

"Petuga sudah diambil keterangan oleh kita. Hasilnya sudah koordinasi dengan KPK. Enggak ada yang menolak, mereka sudah diambil keterangan oleh petugas kita, sehingga mana hal-hal yang masih dibutuhkan kita akan siap," kata Boy di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu, 28 Desember 2016.

Dia menjawab diplomatis ketika dikonfirmasi kenapa delapan anggota Polri tidak langsung diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah.

"Kita kan ada petugas yang bantu KPK. Joint investigation dengan KPK berjalan, koordinasi kita dengan KPK sedang bagus sekali," katanya.

Menurut Boy, selama ini keterangan yang dibutuhkan terhadap anggota Polri sudah dibantu karena ada joint investigation.

"Jangan khawatir Polri enggak akan melindungi orang-orang bersalah. Secara hukum jika memang harus dihadapkan dengan berbagai risiko hukum, itu dipertanggungjawabkan secara individu," tutur dia.

Dalam perkara ini, KPK telah menjerat Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian, Kepala Dinas Pendidikan Banyuasin Umar Usman, Kepala Bagian Rumah Tangga Pemerintah Kabupaten Banyuasin Darus Rustami, Kasie Pembangunan Mutu Pendidikan Dasar Banyuasin Sutaryo, dan seorang pengepul, atau penghubung ke pengusaha, Kirman.

Mereka menerima suap dari Direktur CV Putra Pratama, Zulfikar Muharam sekitar Rp1 miliar. Uang digunakan Yan dan istrinya, Tita untuk pergi haji.