MUI Rapat Tertutup Bahas Istibsyaroh

Istibsyaroh (hijau) saat berkunjung ke Israel-Palestina.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id – Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar pertemuan tertutup membahas nasib Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga MUI, Istibsyaroh, terkait pertemuannya dengan Presiden Israel, Reuven Rivlin. 

Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas mengatakan, bahwa rapat yang turut dihadiri Ketua Umum MUI, Ma'ruf Amin, itu memutuskan untuk segera memanggil Istibsyaroh dalam proses tabayun atau dimintai klarifikasi. 

"Keputusannya hanya satu, yaitu beliau akan diminta untuk menjelaskan masalah kunjungannya ke Israel tersebut," kata Anwar ketika dikonfirmasi, Selasa, 24 Januari 2016. 

Namun, menurut Anwar, pemanggilan Istibsyaroh masih menunggu kepulangannya dari ibadah umrah. "Menunggu beliau pulang umrah," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, menegaskan bahwa pertemuan Istibsyaroh dengan Presiden Israel bukan mewakili lembaga MUI. Istibsyaroh mewakili cendekiawan dari perguruan tinggi negeri di Jawa Timur. 

Meskipun begitu, MUI tetap menyayangkan pertemuan tersebut. Sebab, bangsa Israel dianggap sebagai bangsa penjajah dan tidak mematuhi resolusi dewan keamanan PBB terkait kemerdekaan bangsa Palestina.

"MUI melarang semua pengurusnya untuk berkunjung ke negara Zionis dengan atau tanpa dalih apa pun," kata Zainut. 

Seperti diketahui, Presiden Israel Reuven Rivlin pada hari Rabu, 18 Januari 2017 lalu, menerima kunjungan delegasi pemimpin Muslim Indonesia di kediamannya, yang mengunjungi Israel atas prakarsa Dewan Hubungan Australia/Israel & Yahudi (AIJAC). 

Dalam kunjungan itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Istibsyaroh, yang juga dikenal sebagai Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia.

Presiden Rivlin menyambut kunjungan tersebut dengan hangat dan mengatakan kepada mereka bagaimana keluarganya telah kembali tinggal di Israel sejak dua abad yang lalu dan kehidupan mereka di Yerusalem sepanjang tahun. 

Ia mengatakan, selama bertahun-tahun, semua orang hidup di Yerusalem dalam harmoni antara Muslim, Kristen dan Yahudi. 

"Kita ditakdirkan untuk hidup bersama. Nenek moyang saya percaya, bahwa kita semua bisa tinggal di sini bersama-sama. Kami percaya di Israel tidak hanya ada demokrasi bagi Yahudi, tapi demokrasi untuk semua orang," kata Rivlin, seperti dikutip dariwebsiteresmi Kementerian Luar Negeri Israel, mfa.gov.il, Jumat, 20 Januari 2017. (mus)