Aliran Dana ke Turki, Ini Pejelasan Pengacara Bachtiar Nasir

Kapitra Ampera saat masih menjabat sebagai pengacara pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Foe Peace Simbolon

VIVA.co.id – Kasus dugaan penyelewengan dana Yayasan Keadilan Untuk Semua terus bergulir. Polri, bahkan menilai ada indikasi pengiriman dana dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia, atau GNPF-MUI ke Turki.

Menanggapi hal tersebut, salah satu tim Advokasi GNPF-MUI, Kapitra Ampera mengatakan, memang ada transfer sebesar US$4.600 ke salah satu non-governmental organization (NGO) terbesar di Turki. Namun, menurutnya pengiriman uang tersebut adalah hasil dari acara bedah buku.

"Dana Turki itu, itu benar ada pengiriman uang US$4.600 ke IHH, NGO terbesar di Turki yang mengurus pengungsi di Suriah. Uang itu dikirim pribadi melalui rekening Islahudin Akbar. Uang itu asalnya dari Abu Kharis, pengurus Solidaritas Untuk Suriah. Itu hasil dari bedah buku di masjid-masjid. 100 jutaanlah," kata Kapitra kepada VIVA.co.id, Kamis 23 Februari 2017.

Bahkan, Kapitra menjelaksan, uang yang dititipkan ke Islahudin yang sudah ditetapkan tersangka dalam kasus ini, jauh sebelum Aksi Bela Islam dilakukan.

"Jadi, dititip melalui Islahudin ke rekening pribadinya pada bulan Juni 2016. Juni 2016, belum ada Aksi Bela Islam. Belum ada GNPF, karena GNPF baru ada akhir Oktober. Belum ada uang donasi dari warga ke GNPF melalui yayasan," ujarnya.

Ia pun mengaku heran, apa hubungannya ketua GNPF Bachtiar Natsir dalam kasus ini. "Mungkin Pak Kapolri dapat informasi kurang lengkap. Jadi, apa hubungannya dengan Bachtiar Natsir," ujarnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, kronologi tentang kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Berawal pada 27 September 2016, ia menyebut baru muncul permasalahan dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.

"27 September, Ahok baru ngomong di Kepulauan Seribu. 14 Oktober, baru ada reaksi Aksi Bela Islam. GNPF belum hadir, akhir oktober baru dibentuk GNPF. Lalu, diterbitkan meme, pinjam rekening keadilan untuk semua. Oktober awal November baru masuk uangnya dan dipakai Aksi Bela Islam. Dikasihlah uang itu Rp100 juta, dikasih lagi sekian ratusan juta untuk mengobati korban dalam Aksi Bela Islam 411. Lalu, dipakai juga untuk Aksi Bela Islam 212. Lalu disumbangkan ke Aceh Rp100 juta," katanya.

Karena itu, dia mempertanyakan apa hubungan Aksi Bela Islam dan uang yang dikirim ke Turki untuk membantu pengungsi Suriah. Selain itu itu, juga dipertanyakan apakah hubungan semua ini dengan Bachtiar Nasir.

"Ini hubungannya yang ke Turki itu apa, dengan Bachtiar Nasir maupun dengan Yayasan Keadilan Untuk Semua. Karena, Juni 2016 di transfer yang US$4.600. Kapolri kan mengatakan, diduga uang masyarakat dikirim ke Turki. Lah, yang ke Turki itu sebelum donasi itu ada," katanya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR menyebut pihaknya masih menyelidiki adanya aliran dana dari Bachtiar Nasir ke Turki. "Masih didalami. Mungkin seperti kegiatan sosial, apakah untuk membantu pengungsi itu kita masih dalami," kata Tito.

Kepolisian menyebut, ada bukti slip transfer yang dikirim ke Turki. "Itu yang kami dalami," ujar Tito.

Kapolri menambahkan, pihaknya mempersoalkan ini, karena ini adalah uang yayasan. Sehingga, walaupun berbentuk infaq, maka jika dimasukan ke yayasan berlaku Undang-undang Yayasan.

"Kalau masuk ke rekening pribadi, tidak masalah mungkin," kata Tito.

Perkara kasus dugaan pencucian uang ini berawal dari adanya ajakan untuk berdonasi dalam aksi Bela Islam 4 November 2016 (411) dan 2 Desember 2016 (212) yang digagas oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia, atau GNPF MUI. Dana yang terkumpul jumlahnya mencapai Rp4 miliar.

Bahkan, beredar selebaran di jejaring media sosial, agar dapat menyalurkan dana untuk kegiatan tersebut yang diduga ditampung dalam rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua.

Pengusutan perkara ini terkait adanya laporan polisi nomor LP/123/II/2017/Bareskrim tanggal 6 Februari 2017, kemudian surat perintah penyidikan nomor SP.sidik/109/II/2017/Dit Tipideksus pada tanggal 6 Februari 2017. Terkait kasus ini, polisi juga sudah dua kali memeriksa Ketua GNPF MUI, Bachtiar Nasir.

Polisi pun telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini, yakni seorang karyawan bank bernama Islahudin Akbar dan Ketua Yayasan Keadilan Untuk Semua, Adnin Armas. (asp)