JK: Supaya Tak Otoriter, Presiden Cukup Jabat Dua Kali

Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar GM

VIVA – Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyampaikan, dalam sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia, seorang presiden diatur hanya boleh menjabat maksimal sebanyak dua kali atau hanya 10 tahun. JK mengatakan, aturan itu dibuat untuk mencegah presiden menjadi otoriter sehingga mengubah demokrasi yang dijalankan Indonesia menjadi tidak terbuka lagi.

"Karena cenderung, presiden yang berkuasa lebih lama, cenderung dia berubah dari demokrasi ke otoriter. Itu satu pengalaman yang kita pelajari dari bangsa ini," ujar JK, berbicara dalam The 10th Bali Democracy Forum di ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis, 7 Desember 2017.

JK menyampaikan, peristiwa tersebut terbukti terjadi selama pembentukan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sepenuhnya demokratis dari pertama kali merdeka di tahun 1945, hingga mengalami reformasi pada 1998. Menurut JK, Presiden RI yang pertama, Soekarno, pada awalnya juga menerapkan demokrasi di awal kemerdekaan. Namun, lama kelamaan, demokrasi yang diterapkan itu mengarah ke otoriter sejak Soekarno terlalu lama menjabat usai 1955.

"Demokrasi hanya berjalan baik selama 10 tahun," ujar JK.

Menurut JK, peristiwa terulang usai penerus Soekarno, Suharto, menjadi pemimpin Indonesia dari 1967 hingga 1998. Demokrasi yang benar-benar terbuka hanya dijalankan selama kurang lebih lima tahun hingga Suharto pada akhirnya lebih dikenal sebagai pemimpin yang otoriter hingga akhir masa jabatannya.

"Belajar dari itu, maka indonesia menetapkan kenapa Presiden untuk Indonesia hanya boleh dua kali (menjabat), maksimum 10 tahun," ujar JK. (mus)