Kontradiksi Pernyataan Jokowi Soal Merit System dan Jaksa Agung

Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan Ma'ruf Amin mengikuti debat pertama Pilpres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis, 17 Januari 2019. Suara Paslon 01 menurut hasil survei Kompas berada di bawah 50 persen.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA - Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Hidayat Nurwahid mengkritisi pernyataan Joko Widodo soal penggunaan merit system untuk jabatan strategis. Sebab, anggota kabinet yang diangkat berdasarkan transaksional, bukan merit sistem.

"Pak Jokowi kan, menyampaikan itu harus pakai merit system. Tetapi, siapapun tahu pembentukan kabinet basisnya adalah transaksional," kata Hidayat di gedung DPR, Jakarta, Jumat 18 Januari 2019.

Ia menambahkan pada janji kampanye 2014, Jokowi menegaskan pentingnya merit system. Juga, soal janji tidak akan melakukan pembentukan kabinet berdasarkan transaksional.

"Tentang jaksa agung. Kalau beliau (Jokowi) sampaikan tidak semua orang parpol buruk, betul. Bahkan, beliau menyebut nama Baharudin Lopa, betul. Tetapi, bedanya adalah dulu Gus Dur ketika mengangkat Pak Baharudin Lopa, tidak pernah berjanji tidak akan mengangkat jaksa agung dari parpol," kata Hidayat.

Ia mengatakan, beda dengan Gus Dur, Jokowi punya beban janji masa lalu, ketika kampanye dulu dan dalam perdebatan tidak mengangkat orang parpol menjadi jaksa agung.

"Nyatanya, kabinet yang dibentuk justru transaksional, tidak merit system. Jaksa agung pun berasal dari parpol. Jadi, yang disampaikan oleh Pak Jokowi justru mengonfirmasi apa yang selama ini ditagih, dipertanyakan oleh publik tentang komitmen beliau melaksanakan janji kampanye 2014," kata Hidayat. (asp)