BPN Tegaskan Tak Rencanakan Makar

Direktur Hukum dan Advokasi BPN Prabowo-Sandi, Sufmi Dasco Ahmad
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur

VIVA – Direktur Hukum dan Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, koalisinya tidak merencanakan makar karena tidak puas dengan hasil pemilu 2019 seperti yang dituduhkan pihak lawan. Menurutnya tuduhan itu hanya untuk membuat situasi tidak aman. 

"Yang disampaikan oleh Kapolri itu kan secara umum pada yang dituduhkan atau yang diperkirakan untuk membuat situasi seperti itu. Kalau kami kan dari pihak 02 tidak merasa yang dituduh, karena kami tak merencanakan hal seperti itu," kata Dasco di gedung DPR, Jakarta, Rabu 8 Mei 2019.

Ia mengatakan, petunjuk calon presiden Prabowo Subianto jelas agar segala sesuatu mengikuti atau mengambil langkah-langkah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku terkait sengketa pemilu. Ia menganggap omongan Kapolri itu bukan ditujukan pada pihaknya, tapi lebih pada menyikapi situasi.

"Kalau pihak kami tidak begitu. Yang ada pada saat ini adalah kami mengajukan laporan ke Bawaslu tentang temuan-temuan yang kemudian dianggap oleh kawan-kawan merugikan pihak 02, dan ada beberapa laporan yang sudah dan akan dilaporkan ke Bawaslu," kata Dasco.

Sebelumnya, Kapolri, Tito Karnavian, menjelaskan mekanisme unjuk rasa diatur dalam aturan. Sehingga, ada batasan-batasan yang tidak diperbolehkan di antaranya mengganggu ketenangan umum dan mengganggu pemerintah. 

"Secara rigid (aturan) harus dikoordinasi jam berapa sampai jam berapa. Ini harus melalui koordinasi, enggak bisa disebar lewat whatsapp disebar kumpul di tempat ini, harus diberi tahu dulu. Harus ada surat, nanti Polri lakukan tanda terima," 
kata Tito.

Ia menambahkan kalau aturan itu tidak diindahkan, maka akan dilakukan tindakan sesuai standar operasional, mulai dari yang soft sampai hard sesuai keperluannya. Ia memastikan mereka akan dibantu dengan TNI.

"Kalau ternyata memprovokasi, atau menghasut untuk melakukan upaya pidana, misalnya makar itu pidana. Kalau ada provokasi dilakukan makar itu ada aturan sendiri UU 46 pasal 14 dan 15 atau menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran," kata Tito.

Ia mencontohkan misalnya mengatakan ada kecurangan, tapi buktinya tidak jelas, lalu terjadi keonaran, maka masyarakat terprovokasi. 

"Maka yang melakukan bisa digunakan pasal itu, ini seperti kasus yang sedang berlangsung mohon maaf, tanpa mengurangi praduga tak bersalah, kasus Ratna Sarumpaet. Itu melakukan menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran," kata Tito. (mus)