Jadi Ketum, AHY Tidak Boleh Mengulang Sejarah Buruk Demokrat

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Berbagai pertanyaan bernada pesimistis terus muncul terhadap kapabilitas Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY yang resmi menjabat ketua umum Partai Demokrat, akhir pekan lalu.

Walau begitu, para kader Demokrat berharap AHY mampu mengubah peruntungan partai mereka yang terus anjlok sejak era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Lantas, bagaimana proyeksi kepemimpinan AHY di Demokrat ke depan?

Terpilihnya AHY menggantikan SBY di kursi nomor satu Demokrat disebut sebagai momen perubahan wajah partai pemenang pemilu 2009 itu.

Hampir sebagian besar politikus yang turut mendirikan Demokrat tahun 2004 bersama SBY, seperti Amir Syamsuddin dan Syarief Hassan, akan melepaskan diri dari kepengurusan partai.

Amir berkata, AHY tidak boleh mengulang sejarah buruk para politikus muda Demokrat yang gagal melanjutkan tongkat estafet karena kasus korupsi.

Sejumlah politikus muda di kepengurusan pusat Demokrat pada awal dekade 2010-an dibui dalam berbagai kasus korupsi, dari Anas Urbaningrum, Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Andi Mallarangeng.

"Pada masa Anas Urbaningrum, harapan kami juga besar seperti ini. Dia memenuhi sisi kemudaan, tapi akhirnya kami semua kecewa dengan yang terjadi," kata Amir via telepon, Selasa (17/03).

"AHY terlihat punya kualitas, tinggal waktu yang memberi kesempatan dia untuk membuktikan kemampuan memimpin Demokrat menjadi partai modern," tuturnya.

AHY pertama kali terjun ke politik tahun 2017 saat ia kalah dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta. Kala itu ia memutuskan mundur sebagai perwira TNI.

Walau gagal dalam pilkada, nama AHY terus-menerus masuk dalam berbagai survei politikus muda yang diprediksi memiliki peluang menjadi presiden tahun 2024.

Meski tak memegang jabatan publik, AHY kini diyakini memiliki mempunyai pengaruh politik besar sebagai orang nomor satu partai politik. Penilaian itu diutarakan Ferdinand Hutahean, politikus Demokrat.

"AHY secara kedudukan politik di atas Ganjar, Anies, dan Ridwan Kamil. Kami punya dewan pimpinan di daerah yang bisa didorong AHY untuk mewujudkan target politiknya dan Demokrat."

"AHY bisa saja menggerakan kekuatan politik Demokrat, apalagi kami punya kekuatan politik yang cukup besar di daerah," ujar Ferdinand.

`Tidak populer`

Namun kedudukan penting di partai akan sia-sia tanpa elektabilitas tinggi, kata Muhammad Qodari, direktur eksekutif Indo Barometer, lembaga survei berbasis di Jakarta.

Qodari menyebut sosok AHY tidak setenar SBY saat mendirikan Demokrat. Tanpa jabatan publik, AHY disebutnya bakal kepayahan mendongkrak suara Demokrat dan bahkan elektabilitasnya sendiri.

"AHY tidak bisa disamakan dengan SBY yang saat mendirikan Demokrat sudah menjadi tokoh senior pemerintahan dan politik, sampai bisa terpilih menjadi presiden. Ekspektasi itu tidak bisa diharapkan dari AHY," kata Qodari.

"Memang ada peluang meningkatkan popularitas dan elektabilitas, tapi tidak mudah karena AHY tidak punya panggung strategis seperti menteri dan kepala daerah."

"Itu adalah dua jabatan yang bisa dilihat masyarakat. Akan ada pengecualian jika dalam perjalanan menuju pemilu 2024, AHY masuk kabinet," ujar Qodari.

Apa kata partai lain?

Demokrat dianggap ketinggalan beberapa langkah dibanding partai lain yang sudah mampu membuktikan diri sebagai partai modern yang menyokong politikus muda.

Andre Rosiade, politikus Partai Gerindra, mengklaim partainya sudah menjalankan regenerasi di saat Demokrat baru membangun citra `muda dan modern`.

"Gerindra diberikan kesempatan luar biasa untuk kader muda, banyak yang diberikan kesempatan. Bupati Sinjai misalnya, umurnya masih 30-an tahun," kata Andre.

"Saya juga diberi kepercayaan memimpin DPD Sumatera Barat, salah satu basis suara terbesar Gerindra yang ini ibarat pekarangan partai kami. Itu bukti kepercayaan partai kepada politikus muda."

"Di DPR, ada banyak anggota fraksi kami yang berusia di bawah usia saya atau 41 tahun. Kami tidak bicara citra, tapi aksi nyata," tuturnya.

Sejak memenangkan pemilu 2009, capaian Demokrat di perpolitikan nasional terjun bebas. Di pemilu 2014 mereka kehilangan nyaris delapan juta suara dibandingkan pemilu sebelumnya. Sementara pada pemilu 2019, Demokrat berselisih kurang 4% dari ambang batas parlemen.