Di-Bully Bebaskan Ribuan Napi, Yasonna: Mereka Tak Paham Pancasila

Menkumham Yasonna Laoly (tengah)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

VIVA – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memutuskan untuk membebaskan sekitar lebih 30.000 ribu narapidana dengan alasan untuk mencegah penularan Corona Covid-19. Usai membebaskan lebih 30.000 ini, ia mengusulkan agar napi kasus korupsi dibebaskan.

Atas kebijakan dan usulan itu, politikus PDIP itu pun di-bully. Yasonna pun kembali menjelaskan pembebasan napi itu demi mengurangi lapas dan rutan yang kelebihan muatan serta menghindari penyebaran Covid-19.

Yasonna bilang hampir seluruh negara memberlakukan hal serupa untuk menghindari dampak membahayakan Corona.

"Dunia melakukan hal yang sama dan saya kira saya katakan tadi di persoalan yang bukan tipikor dan narkoba bandar narkoba bandar teroris dan lain-lain itu yang bisa kita exercise yang bisa, boleh kita bantu mereka ini," kata Yasonna, dalam Indonesia Lawyers Club tvOne, Corona: Badai Semakin Kencang #ILCBadaiCorona, Selasa malam, 7 April 2020

Yasonna tak menampik kebijakannya ini memang menuai banyak kritikan. Namun, dia meminta jangan sampai ada provokasi dan tudingan yang tidak benar terhadapnya.

"Saya dikritik oleh banyak orang sampai spesies dikatakan belum apa-apa sudah memprovokasi," ujarnya

Menurut Yasonna, ini semua dilakukan atas dasar kemanusiaan bukan karena hal lain. Jika ada yang tak sependapat, maka dinilai telah tumpul rasa kemanusiaannya.

"Dunia melakukan hal yang sama makanya saya mengatakan hanya orang yang telah tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak paham sila ke-2 Pancasila yang tidak dapat menerima melepaskan napi yang 32 ribu ini," ujarnya.

Sebelumnya, pembebasan lebih 30.000 napi itu berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020. Lalu, Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi. Kebijakan ini untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lapas atau rutan. 

Namun, kebijakan pembebasan itu tak termasuk narapidana tindak pidana khusus seperti kasus korupsi, terorisme, dan narkotika. Sebab, hal ini berbenturan dengan PP Nomor 00 Tahun 2012 yang mengatur syarat dan tata cara pembebasan napi kasus pidana khusus seperti korupsi, narkoba, dan terorisme.

"Kami sudah menyatakan ini adalah pelepasan by law. Kami meminta kalapas, karutan, karena ada beberapa rutan untuk memantau. Di samping itu, kami sudah laporkan ke presiden, dan sudah disetujui mengeluarkan kebijakan tersebut," ujarnya.