Politikus Golkar: Konvensi, Kenapa Tidak?

Munas Partai Golkar 2014 di Nusa Dua Bali
Sumber :
  • Antara/Puspa Perwitasari

VIVA.co.id - Partai Golkar pernah menerapkan sistem konvensi untuk menjaring calon presiden pada 2004. Jelang Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), wacana konvensi kembali mengemuka sebagai persiapan partai tersebut menyongsong Pemilu 2019.

Mengenai ide untuk membentuk Dewan Konvensi, menurut anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Ridwan Bae, hal itu bukan sesuatu yang mustahil untuk dipertimbangkan. (Baca: ).

"Itu sebuah Munas, pada akhirnya sebagai infrastruktur, tidak mustahil untuk membuat rangka-rangka (misalnya Dewan Konvensi) agar dicintai rakyat," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 17 Februari 2016.

Menurut anggota Komisi V DPR itu, Partai Golkar terbuka dengan segala ide yang bisa bermanfaat untuk masyarakat dan juga Golkar. "Saya pikir sepanjang itu bermanfaat buat rakyat dan partai, kenapa tidak?" ujar Bae.

Fokus agenda Munas ini sendiri adalah untuk memilih ketua umum Golkar yang baru. Bae sudah mendengar beberapa nama yang disebut akan maju.

"Akom (Ade Komarudin), Novanto, Aziz, Airlangga, Priyo sudah jalan. Kemudian Idrus. Saya kira baru itu yang sudah terbuka."

Sementara, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Tantowi Yahya berpendapat, konvensi boleh dipikirkan ketika dari internal memang tidak ada yang layak dan berpeluang jadi presiden. Jika banyak yang pantas dari internal, maka konvensi tidak perlu ada.

Dia mengatakan, kader-kader yang diproyeksikan menjadi pemimpin nasional harus diberikan banyak ruang dan waktu untuk mengaktualisasikan pemikiran-pemikiran cerdasnya di ruang publik. Sebab, hanya dengan cara itu, potensi-potensi itu akan terlihat oleh rakyat.

(mus)