Gerindra Curiga pada KPK soal Penjelasan Kasus Sumber Waras

Politikus Partai Gerindra, Ahmad Muzani.
Sumber :

VIVA.co.id – Ketua Fraksi Partai Gerindra, Ahmad Muzani mengatakan kecewa dengan penjelasan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan tidak ada indikasi korupsi dalam pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras yang diduga terkait dengan kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering disapa Ahok. Padahal, kata dia, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan adanya indikasi korupsi.

"Apa yang dijelaskan oleh pimpinan KPK kepada DPR di Komisi III itu sangat mengecewakan. Kalau penjelasan itu benar maka berarti kualitas audit hasil pekerjaan BPK yang memiliki kewenangan dari UUD 1945 harus dipertanyakan," kata Muzani saat dihubungi pada Jumat, 17 Juni 2016.

Oleh karena itu dia menilai bahwa BPK yang melakukan audit yang terindikasi korupsi bisa menjelaskan detail soal kerugian negara yang dimaksudkan.

"Padahal kata KPK tidak dirugikan. Dengan cara apa BPK melakukan audit sehingga dianggap keliru oleh KPK," ujarnya.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini mendesak BPK untuk segera memberikan penjelasan.
"Supaya masyarakat tidak saling tuduh. Dengan demikian akan terbuka apa yang disebut KPK, akan terbuka apa yang dari BPK," kata Muzani.

Dia mengatakan, dengan adanya perbandingan antara hasil kedua lembaga itu maka akan terlihat lembaga yang sudah melakukan standar gandar untuk kasus ini. Padahal sebelumnya, hasil dari BPK menurutnya tak jarang digunakan KPK untuk menyeret tersangka korupsi ke pengadilan.

"Saya mencurigai, jangan-jangan ini cara baru KPK untuk memberikan (semacam) deponering terhadap satu masalah sehingga seseorang bisa bebas," kata dia dengan merujuk pada penghentian proses penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran atau deponering.

Hal tersebut disampaikannya menyusul pernyataan KPK bahwa tidak terdapat indikasi korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras. Hal tersebut disampaikan setelah KPK memeriksa berbagai pihak dalam beberapa bulan terakhir, termasuk Ahok yang sebelumnya harus diperiksa hingga 12 jam.