Jokowi Diminta Dengarkan Aspirasi Copot Wiranto

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto (tengah).
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Direktur Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Al Araf, mengatakan sangat wajar jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan permintaan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) agar mencopot Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto dari jabatannya. Permintaan ini terkait dengan “dosa-dosa” Wiranto atas beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.

"Tuntutan seperti itu, menurut saya, menjadi hal yang wajar saja yang perlu dipertimbangkan oleh Presiden. Karena, salah satu nawacita Presiden kan penghormatan terhadap HAM sehingga pengangkatan menteri pun harus dipetimbangkan soal aspek HAM," ujar Al Araf kepada VIVA.co.id saat ditemui di sela-sela diskusi bertema “Pergantian Kepala BIN dan Membangun Intelijen Profesional” yang diadakan oleh Center For Law Defense and Security Studies di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin 5 September 2016.

Sebelumnya, KontraS dan koalisi masyarakat sipil memintar agar Jokowi mencopot Wiranto dari posisi Menko Polhukam. Pasalnya, Wiranto dinilai memiliki cacat pelanggaran HAM pada saat menjadi pejabat di Tentara Nasional Indonesia (TNI). Wiranto karena itu diragukan akan menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran HAM sebagaimana yang pernah dijanjikan Jokowi saat menjadi calon Presiden.  

"Memang pertimbangan HAM dalam pengangkatan seorang menteri itu menjadi hal penting untuk dikelola oleh Presiden. Tuntutan soal pelanggaran HAM di masa lalu  menjadi hal yang penting," lanjutnya.

Pelanggaran HAM yang dituntut oleh KontraS di antaranya adalah peristiwa penyerangan 27 Juli Tragedi Trisakti, Tragedi Mei 1998, Insiden Semanggi I dan II, penculikan dan penghilangan aktivis pro- demokrasi 1997/1998 dan Biak Berdarah. Nama Wiranto menurut KontraS jelas disebutkan dalam sebuah laporan khusus setebal 92 halaman yang dikeluarkan oleh PBB di bawah mandat Serious Crimes Unit.

(ren)