Panglima TNI Ungkap Faktor Indonesia Jadi Sasaran Ancaman

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (Kiri) bersama Presiden Joko Widodo (kanan).
Sumber :
  • Biro Pers Kepresidenan

VIVA.co.id – Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam Indonesianisme Summit di Grand Sahid Jaya, Jakarta, mengatakan, Indonesia sebagai negara yang berada di ekuator atau khatulistiwa, paling rawan untuk diserang agar terpecah. Hal serupa, kata dia, terjadi di negara-negara Arab.

Ia menjelaskan, pada 2017, jumlah warga dunia akan tembus delapan miliar jiwa. Sementara itu, energi mulai menipis. Sumber daya alam seperti dari fosil diperkirakan habis pada 2056, dengan jumlah penduduk sudah di atas 10 miliar jiwa. Konflik, menurut dia, berpotensi muncul.

Gatot mencontohkan, konflik-konflik yang belakangan muncul seperti di Suriah, Libya, Mesir, hingga Ukraina ditegaskannya bukan persoalan agama. Namun, konflik itu adalah persoalan energi.

"Semua yang konflik adalah penghasil energi. Yang tidak ada energi enggak akan konflik. Bahkan Ukraina terakhir. Bush (mantan Presiden AS) dalam pidato resminya mengatakan, apabila Rusia menyerang Ukraina, NATO akan berperang, selain kota pelabuhan, Ukraina penghasil 10 juta barel per hari," ujar Gatot di Jakarta, Sabtu 10 Desember 2016.

Termasuk negara-negara Arab adalah penghasil energi yang paling banyak. Gatot mengatakan, tidak benar jika ada pihak yang menilai konflik di negara-negara beralasan agama dan ideologi.

"Dan dapat saya simpulkan, di dunia timbul konflik karena agama, ideologi, sekarang tidak. Minimal 70 persen berlatar belakang energi," katanya.

Sementara itu, potensi ancaman untuk Indonesia, kata Gatot, pula merujuk energi fosil yang sudah mulai habis sekitar 2043. Oleh karena itu perlu digalakkan energi hayati.

"Berbicara energi hayati, pasti tidak lepas dari ekuator. Di dunia ada tiga kelompok negara (dilalui ekuator), ASEAN, Afrika Tengah, dan Amerika Latin. Dan di ASEAN, Indonesia yang terbesar," kata Gatot.

Pada 2043, jumlah penduduk dunia diperkirakan lebih dari 14 miliar jiwa. Pada saat energi fosil habis, maka akan terjadi krisis pangan, air, dan energi, terutama di negara-negara yang bukan ekuator.

"Dan yang tinggal di ekuator hanya 2,5 miliar jiwa. Dan ini permasalahannya, dikatakan kompetisi. Yang 9,8 miliar jiwa pasti akan mencari makan di 2,5 miliar jiwa. Ini lah kompetisi karena mencari pangan, air, dan energi," kata dia.

Pangan, air, dan energi, tersedia di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia akan menjadi sasaran dari mayoritas penduduk dunia itu.

Gatot melanjutkan, apabila konflik Arab terjadi lantaran faktor energi, maka konflik di Indonesia bisa terjadi pula. Meski bukan karena energi melainkan kekayaan hayati yang juga bisa menjadi sumber energi.

"Teori saya pasti konflik berlatar belakang pangan, energi, dan air dan tempatnya di ekuator serta ini segera datang, kita tunggu waktunya," tutur Gatot.

Selain itu, Gatot menyinggung bakal makin tingginya jumlah pengungsi. Bahkan diprediksi ada sekitar 60 juta pengungsi dari Kawasan sub Sahara.