Peristiwa Politik Penting Sepanjang 2016
- ANTARA/Zabur Karuru
VIVA.co.id - Tak terasa, tahun 2016 akan segera berganti dengan tahun baru 2017. Selama setahun ini, tentu banyak peristiwa yang terjadi di Indonesia.
Kali ini, kami mencoba merangkum beberapa peristiwa politik yang cukup menjadi perhatian di masyarakat sepanjang tahun ini. Baik yang terjadi di lembaga legislatif seperti DPR, dan juga eksekutif di pemerintahan. Begitu juga dengan partai-partai politik, pada 2016 itu masih terdapat sejumlah pergolakan. Misalnya pada Golkar dan PPP.
Awal 2016, ditandai dengan naiknya Ade Komarudin menjadi Ketua DPR. Ade menggantikan koleganya di Partai Golkar Setya Novanto yang mengundurkan diri. Selain itu juga ada reshuffle atau perombakan kabinet jilid kedua yang dilakukan Presiden Jokowi.
Satu peristiwa yang juga cukup penting adalah selesainya konflik internal Partai Golkar. Perdamaian itu tak bisa dilepaskan dari sikap legowo dari Aburizal Bakrie yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Umum. ARB dengan berbesar hati bersedia menggelar Munaslub Partai Golkar pada bulan Mei.
Jelang berakhirnya tahun 2016, sebuah kejadian politik menarik terjadi. Ade Komarudin yang menggantikan Setya Novanto di awal tahun, kembali digantikan oleh Novanto.
Berikut kumpulan peristiwa politik penting 2016:
1. Ade Komarudin Jadi Ketua DPR
Politikus Partai Golkar Ade Komarudin resmi dilantik sebagai Ketua DPR pada Senin, 11 Januari 2016. Ade yang akrab disapa Akom itu menggantikan koleganya Setya Novanto yang mengundurkan diri.
Pergantian tersebut tidak terlepas dari adanya kasus PT Freeport, atau yang juga dikenal sebagai 'Papa Minta Saham', yang mencuat pada akhir tahun 2015. Ketika itu, Sudirman Said yang menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral membuka ke publik soal pejabat di DPR yang mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mendapatkan saham dari perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Belakangan, pejabat tersebut diketahui sebagai Setya Novanto, Ketua DPR sekaligus petinggi Partai Golkar. Ia bersama pengusaha Riza Chalid mencoba melobi Maroef Sjamsoeddin yang saat itu menjabat sebagai Presiden Direktur PT Freeport di Papua itu untuk memuluskan tujuannya.
Kasus menjadi heboh di masyarakat karena Sudirman membuka transkripan dari pembicaraan ketiga orang tersebut. Tak lama kemudian, versi rekaman diperdengarkan di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan.
Akibat skandal ini, Novanto akhirnya mundur. Dia bertukar posisi dengan Akom sebagai Ketua Fraksi.
2. Aburizal Bakrie Setuju Gelar Munaslub Golkar
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, memberikan sinyal setuju dengan pelaksaaan Musyawarah Nasional Luar biasa (Munaslub) untuk mengakhiri konflik dualisme panjang partai berlambang Pohon Beringin tersebut.
Dalam Rapimnas Partai Golkar pada 23 Januari 2016, ARB melihat situasi kondisi internal Golkar yang terus digerus dualisme kepengurusan. Dia melontarkan wacana, jika Golkar ingin menggelar Munaslub, dia menyarakan dilaksanakan sebelum bulan puasa 2016, yaitu April atau Mei 2016. Hal ini, untuk persiapan Golkar dalam menyambut Pilkada Serentak 2017.
Namun demikian, ARB saat itu menyerahkan keputusan itu dalam Rapimnas. Belakangan Rapimnas memutuksan semuanya mufakat untuk menggelar Munaslub sebagai jalan keluar konflik yang membelit Golkar.
Konflik Golkar sudah terjadi sejak akhir 2014, terjadi dualisme kepengurusan Golkar yang dipimpin ARB hasil Munas Bali dan Golkar pimpinan Agung Laksono hasil Munas Jakarta.
Pada Maret 2015, Kemenkumham merilis surat yang mengesahkan Golkar pimpinan Agung Laksono, kemudian pada April 2015 PTUN Jakarta merilis putusan sela menunda pelaksanaa surat keputusan Menkumham tersebut.
Pada 10 Juli 2015, empat hakim PTTUN yang mengadili kasus dualisme kepengurusan Golkar menolak gugatan yang diajukan Ketum Golkar hasil Munas Bali, ARB.
Kemudian, pada Oktober 2015, MA mengabulkan kasasi yang diajukan Golkar Munas Bali. Dualisme berakhir setelah tercapainya kesepakatan rekonsiliasi yang melibatkan mantan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla.
Dualisme kepemimpinan ini resmi berakhir pada 17 Mei 2016, ketika Setya Novanto terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar yang baru dalam Munaslub Golkar di Nusa Dua, Bali.
3. M. Romahurmuziy Terpilih sebagai Ketua Umum PPP
Muhammad Romahurmuziy alias Romi terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan untuk periode 2016-2021 dalam Muktamar VIII yang digelar di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, pada Sabtu, 9 April 2016. Muktamar itu diklaim sebagai upaya islah kedua kubu, Romi dengan Djan Faridz, yang bersengketa.
Romi sebelumnya sudah terpilih sebagai Ketua Umum dalam Muktamar PPP di Surabaya pada Oktober 2014. Tetapi muktamar itu dianggap tak sah dan status Romi dipertanyakan.
Lalu muncul muktamar versi lain, yakni muktamar yang digelar kubu Djan Faridz di Jakarta pada Oktober 2014. Djan Faridz pun terpilih sebagai Ketua Umum.
Dua kepengurusan itu saling mengklaim sebagai pihak yang benar dan sah. Kedua kubu bahkan saling menggugat di pengadilan. Upaya hukum kedua kubu sesungguhnya berakhir dengan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kepengurusan PPP kubu Romi pada pada Oktober 2015.
Perpecahan terus berlanjut hingga Menteri Hukum dan HAM mencabut kepengurusan versi Muktamar Surabaya. Kepengurusan PPP yang sah dikembalikan kepada hasil Muktamar di Bandung tahun 2011. Versi ini menempatkan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum dan M. Romahurmuzy sebagai Sekretaris Jenderal.
Tetapi kubu Romi belum menyerah. Mereka mengajukan gugatan peninjauan kembali atas putusan MA yang membatalkan kepengurusan hasil Muktamar di Surabaya. Mereka ingin menegaskan bahwa kepengurusan yang legal sementara itu adalah kepengurusan hasil Muktamar di Bandung dengan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum. Soalnya kubu Djan Faridz mengklaim sebagai kepengurusan yang resmi setelah MA membatalkan kepemimpinan Romi. Padahal tidak begitu, sekurang-kurangnya menurut kubu Romi.
MA belum memutuskan gugatan peninjauan kembali yang diajukan kubu Romi itu. Tetapi kubu Romi mendahului dengan menggelar Muktamar di Asrama Haji Pondok Gede itu.
Setengah bulan sebelum Muktamar di Pondok Gede, kubu Djan Faridz menggugat pemerintah yang dianggap tak kunjung menyelesaikan persoalan legalitas sengketa PPP. Gugatan dilayangkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
4. Reshuffle Kabinet Jilid II
Presiden Joko Widodo mengumumkan reshuffle Kabinet Kerja jilid II di Istana Negara, Rabu, 27 Juli 2016. Jokowi merombak posisi 12 menteri dan satu kepala badan. Perombakan kabinet jilid II ini disadari Jokowi sebagai upaya menghadapi tantangan-tantangan ekonomi yang tidak mudah.
Alasan Jokowi yakni, pengentasan kemiskinan, kesenjangan ekonomi, memperkuat ekonomi nasional dalam menghadapi tantangan ekonomi dunia yang tengah melambat, dan menghadapi persaingan global.
Dinamika perombakan kabinet jilid II ini sudah santer sejak penghujung 2015. Saat itu beberapa partai politik luar pemerintahan menyatakan dukungan kepada Jokowi-JK.
PAN menyatakan bergabung dan mendukung pemerintah sejak September 2015. Alasan PAN bergabung ingin membantu kinerja pemerintah di bidang ekonomi. Sementara partai luar lainnya, Golkar juga menyatakan mendukung pemerintahan Jokowi sejak awal 2016, dan kemudian dukungan kepada Jokowi diresmikan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa pada Mei 2016, dua bulan sebelum reshuffle.
Sementara PPP sudah mulai merapat ke pemerintah seiring dengan kemenangan kubu Romahurmuziy. Dengan perombakan kabinet jilid II itu, praktis Koaliasi Merah Putih yang berada di luar pemerintahan hanya digawangi oleh Gerindra, PKS, dan PBB.
5. Skandal Arcandra Tahar
Penunjukan putra asal Padang Arcandra Tahar di kabinet Joko Widodo sempat bikin gaduh negeri ini. Namanya muncul sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggantikan Sudirman Said dalam reshuffle jiid II pada 27 Juli 2016. Arcandra masuk dari jalur pefesional bukan dari parpol.
Namun, 20 hari masa kerjanya, isu status kewarganegaraan Arcandra Tahar muncul di media sosial. Ia diduga telah menjadi warga Amerika Serikat karena telah memiliki paspor AS selain paspor Indonesia. Tepat pada hari kerjanya ke 20 hari, bertepatan 15 Agustus 2016, Presiden Joko Widodo memanggil dan memberhentikannya dari jabatan menteri ESDM karena sudah menjadi warga Amerika.
Pemberhentiannya sebagai menteri tak membuat Arcandra berkecil hati. Ia justru yakin bahwa dirinya orang Indonesia meski memiliki paspor AS. Bersamaan dengan itu, berdasarkan proses hukum, pemerintah memutuskan bahwa Arcandra berstatus warga negara Indonesia. Tepat dua bulan meninggalkan jabatan menteri, ia dipanggil kembali masuk kabinet, tapi sebagai wakil menteri mendampingi Iganasius Jonan sebagai menterinya. Pelantikan keduanya dilakukan pada 14 Oktober 2016.
6. Isu Pendongkelan Jokowi (Makar)
Penegakan hukum kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama yang lambat membuat masyarakat terutama kaum muslim menggelar aksi 4 November atau dikenal 411. Pemerintah kemudian mewanti-wanti aksi 411 tidak ditunggangi dengan isu makar atau menjatuhkan pemerintahan.
Demo 411 berjalan dan selesai, namun isu makar terus bergulir, termasuk menjelang aksi lanjutan 25 November.
Bahkan Kapolri dan Panglima TNI 'mengancam' bakal mengambil tindakan tegas bagi pihak yang berupaya merong-rong pemerintahan Jokowi-JK.
Korban tuduhan makar yaitu aktivis Sri Bintang Pamungkas. Pada 21 November, Sri Bintang dipolisikan ke Polda Metro atas tudingan menghasut untuk makar.
Tudingan makar kian jelas pada Jumat pagi 2 Desember, jelang kasus 212. Pagi buta polisi menangkapi 11 aktivis. Sebelas orang yaitu Ahmad Dhani, Eko Suryo Santjojo, Brigjen (Purn) TNI Adityawarman Thaha, Mayjen (Purn) TNI Kivlan Zein, Firza Huzein, R achmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Sri Bintang Pamungkas, Aliv Indar Al Fariz, Jamran, dan Rizal Kobar. Semua akhirnya menjadi tersangka.
Delapan orang dijerat dengan tuduhan makar, dua orang tersangka dikenakan pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan satu lainnya yakni musisi Ahmad Dhani tersangka kasus penghinaan terhadap penguasa, pasal 207 KUHP. Tersangka makar dijerat dengan Pasal 87, 107 dan 110 KUHP.
Kepolisian melepas sebagian besar dari mereka. Tapi, tidak dengan Sri Bintang. Aktivis tersebut dituding makar. Sementara dua orang lainnya, Jamran dan Rizal dijerat UU ITE. Ketiganya mendekam di balik jeruji Rutan Narkoba Polda Metro Jaya.
Upaya kepolisian menangkap terduga pelaku makar ternyata tak berhenti pada 11 orang itu. Terbaru, mereka menangkap mantan anggota DPR, Hatta Taliwang.
Hatta ditangkap di kediamannya, rusun Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, pada Kamis, 8 Desember 2016, sekitar pukul 01.30 WIB. Mereka menilai Hatta adalah salah seorang yang mengikuti pertemuan dengan sejumlah tokoh terkait dugaan aksi makar.
Setelah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, polisi akhirnya menetapkan Hatta sebagai tersangka. Tapi bukan pasal makar, dia dijerat pasal 28 ayat jo 45 ayat 2 UU no 11 tahun 2008 tentang ITE.
7. Setya Novanto Dilantik Jadi Ketua DPR Lagi
Sidang Paripurna DPR, Rabu, 30 November 2016, resmi menerima Setya Novanto sebagai Ketua DPR lagi. Novanto menggantikan posisi Ade Komarudin. Pria tersebut kemudian duduk lagi dalam kursi pimpinan DPR itu setelah dia menyatakan mundur pada 16 Desember 2015.
Setya Novanto memutuskan mundur menyusul pengusutan kasus Papa minta saham, yang membelitnya pada awal tahun 2016 posisinya digantikan oleh Ade Komarudin.
Lengser dari Ketua DPR. Novanto diberi jabatan Ketua Fraksi Partai Golkar. Belakangan dalam Munaslub Golkar di Bali, Novanto diangkat menjadi Ketua Umum Golkar periode 2016-2019.
Setahun berselang setelah pengunduran dirinya, ia kembali menjadi orang nomor satu DPR. Namanya diajukan kembali oleh Fraksi Golkar karena kasus 'Papa Minta Saham' terbukti cacat hukum menurut Mahkamah Konstitusi. Ia pun dilantik menjadi ketua DPR periode 2016-2019. (ase)