Data Jagung Bermasalah Jadi Kunci Utama Impor Terus Terjadi
- ANTARA FOTO/Zabur Karuru
VIVA – Pemerintah mengakui kesalahan pendataan ketersediaan jagung untuk pakan ternak, menjadi penyebab mengapa impor jagung masih dilakukan tahun lalu. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi jagung nasional 2018 surplus, dan bahkan telah melakukan ekspor ke Filipina dan Malaysia.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian mencatat, produksi jagung dalam lima tahun terakhir meningkat rata-rata 12,49 persen per tahun. Pada 2018, produksi jagung diperkirakan mencapai 30 juta ton. Hal itu disebut-sebut didukung oleh data luas panen per tahun yang rata-rata meningkat 11,06 persen, dan produktivitas rata-rata meningkat 1,42 persen.
Namun, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Mushdalifah Machmud mengatakan, total produksi tersebut tidak mencukupi untuk kebutuhan produksi industri dalam negeri, khususnya industri kecil dan menengah. Hingga, tidak memperhitungkan masa paceklik.
"Mungkin, pendataan kita kurang tersistem dengan baik, sehingga kita terlambat mengukur kekurangan saat masa paceklik. Sehingga, akhirnya kita baru melakukan pencukupan kebutuhan peternak pada saat-saat akhir," katanya di Menara Kadin, Jakarta, Kamis 14 Februari 2019.
Akibatnya, sejak November 2018 hingga Januari 2019, pemerintah menugaskan Perum Bulog untuk mengadakan impor jagung kering untuk bahan pangan ternak sebanyak 280 ribu ton dengan rincian; November 2018, sebanyak 100 ribu ton, 30 ribu ton awal Januari 2019, dan 150 ribu ton di akhir Januari 2019.
"Sebetulnya di 2017, gejolaknya tidak terlalu banyak. Ini terjadi di 2018, mungkin excess data kita kurang sinkron antara produksi dan kebutuhan pada saat paceklik. Kita perlu mengukur produsen dan konsumen jagung ini dengan lebih detail," tutur dia.
Untuk itu, dia menegaskan, supaya kejadian tersebut tidak terus berulang ke depannya, maka pemerintah telah meminta kementerian terkait maupun instansi lainnya untuk melakukan pendataan produksi jagung secara lebih rinci dan memanfaatkan teknologi yang ada agar tepat ukuran, seperti satelit.
"Jadi, itu yang perlu dikaji, dianalisis lebih detail lagi, mudah-mudahan teman-teman dari Kementan meneliti baik-baik. Karena kan peternakan sama itukan (data produksi) di sana, jadi sebetulnya mereka bisa adjust kebutuhan-kebutuhan jagung," tegas Musdhalifah. (asp)