Buruh Sebut Formula Upah Minimum 2023 di Permenaker 18/2022 Belum Maksimal
- ANTARA/Zabur Karuru
VIVA Bisnis – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) mengapresiasi terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Meskipun, masih ada beberapa catatan yang membuatnya belum maksimal.
Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat menegaskan, perubahan ketentuan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2023 tersebut secara tidak langsung adalah sebuah pengakuan dari pemerintah sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja.
"Bahwa PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan adalah ketentuan yang tidak berkeadilan, dan tidak mensejahterakan bagi pekerja Indonesia," kata Mirah dalam keterangannya, Senin 21 November 2022.
Kenaikan Upah Diusulkan Sesuai Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Meski demikian, Mirah masih menyayangkan formula baru yang ada dalam Permenaker 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Menurutnya, beleid itu masih belum maksimal, karena kenaikan upah minimum dibatasi dengan indeks tertentu.
Dia menilai, seharusnya formula kenaikan upah minimum dikembalikan saja kepada formula yang ada pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Yaitu kenaikan upah minimum dihitung berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Mirah juga meminta kepada kelompok pengusaha untuk berjiwa besar, dengan tidak 'ngotot' menolak Permenaker 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 dan tidak memaksakan pemberlakuan PP 36/2021 Pengupahan.
"Pengusaha jangan manja, toh selama ini pemerintah sudah banyak memberikan insentif kepada kelompok pengusaha," kata Mirah.
Aspek Indonesia juga mendesak Gubernur dan Bupati/Walikota, untuk memaksimalkan peran Dewan Pengupahan yang ada di masing-masing daerah. Supaya besaran kenaikan upah minimum dapat maksimal, sehingga dapat memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi pekerja di Indonesia.
Termasuk, lanjut Mirah, memaksimalkan peran Pengawas Ketenagakerjaan yang ada di Dinas Ketenagakerjaan setempat, untuk memastikan semua pengusaha tunduk pada Permenaker 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
"Jika pemerintah baik pusat maupun daerah, termasuk pengusaha, masih tetap memberlakukan PP 36/2021 tentang Pengupahan, tindakan itu justru merupakan pelanggaran terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah menegaskan bahwa Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil dan dinyatakan inkonstitusionalitas bersyarat," ujarnya.