Bos Lion Air Jawab Teguran KPPU soal Harga Tiket Pesawat Mahal saat Lebaran

Armada pesawat Lion Air
Sumber :
  • ANTARA Foto/Muhammad Iqbal

Jakarta - Lion Air Group memastikan pemberlakukan harga tiket pesawat yang dikenakan kepada penumpang sesuai dengan aturan Kementerian Perhubungan dalam Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB).

"Kami sudah sesuai dengan aturan kemenhub soal tarif. Selama kita gak melewati itu, harusnya kita tidak melanggar aturan TBA dan TBB," kata Co-founder of Lion Air, Rusdi Kirana di Lion City Balaraja, Tangerang.

Terlebih dalam periode mudik dan balik mudik lebaran, Lion Air masuk dalam jajaran maskapai yang memasang tarif tiket mahal. Hal ini dirilis oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).

Mendapati maskapai yang dipimpinnya masuk dalam jajaran tersebut, Rusdi mengaku bila ia belum mendapatkan laporan tersebut.

"Soal itu saya belum tahu, tapi nanti akan kita cek. Soalnya begini, masalah harga tiket itu kan tidak sehari langsung naik begitu saja, ada tahapannya, masuk dalam sistem dan regulasinya dulu, dan sampai saat ini kita masih masuk dalam regulasi yang ada," ujarnya.

Co-founder of Lion Air, Rusdi Kirana

Photo :
  • VIVA.co.id/Sherly (Tangerang)

Kendati demikian, ia siap bila nantinya dipanggil oleh Kementerian Perhubungan dan KPPU untuk membahas harga tiket pesawat yang kerap kali melonjak di musim mudik lebaran. "Siap, dan akan kita perbaiki kalau itu betul," ungkapnya.

Ditegur KPPU

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta tujuh maskapai penerbangan yang telah terlapor agar tidak menaikkan harga tiket pesawat menjelang libur arus mudik dan balik Lebaran Idul Fitri 1445 Hijriah.

"Mencermati kenaikan harga tiket pesawat yang signifikan setiap tahunnya menjelang Hari Raya Idul Fitri, KPPU meminta agar tujuh yang menjadi terlapor tidak menaikkan harga tanpa alasan yang rasional serta memberitahukan kepada KPPU sebelum mengambil kebijakan untuk menaikkan harga tiket kepada konsumen," kata Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Fanshurullah menyebutkan, tujuh maskapai terlapor dalam dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri (Perkara Kartel Tiket) yakni PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Nam Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi.

"Hal ini sesuai dengan amar putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1811 K/Pdt.Sus-KPPU/2022 pada tahun 2023," ujar Fanshurullah.

Dalam perkara dugaan kartel tiket yang diputus KPPU pada 23 Juni 2020, KPPU membuktikan bahwa terlapor secara bersama-sama hanya menyediakan tiket subclass dengan harga yang tinggi, dan tidak membuka penjualan beberapa subclass harga tiket rendah.

"Ini mengakibatkan terbatasnya pilihan konsumen untuk mendapatkan tiket dengan harga yang lebih murah. Selain itu terlapor juga meningkatkan pembatalan penerbangan yang dilakukan setelah kartel terjadi sebagai upaya untuk menurunkan pasokan," kata Fanshurullah.

Dalam Putusan, KPPU menjatuhkan sanksi berupa berupa perintah kepada para terlapor untuk memberitahukan secara tertulis kepada KPPU setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat selama dua tahun, sebelum kebijakan tersebut diambil.

Fanshurullah mengatakan, putusan tersebut kemudian diajukan keberatan hingga kasasi di Mahkamah Agung (MA). Terakhir, MA memenangkan KPPU melalui Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1811 K/Pdt.Sus- KPPU/2022.