ADB: Antisipasi Pertumbuhan Melambat, RI Perlu Tingkatkan Daya Saing
Rabu, 2 Oktober 2013 - 12:18 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVAnews
- Bank Pembangunan Asia (ADB) mengingatkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2013 dan 2014 diprediksi melambat. Untuk itu, menurut ADB, pemerintah Indonesia diharapkan terus meningkatkan daya saing bagi kemampuan ekspor.
Laporan terbaru ADB bertajuk "Asian Development Outlook 2013 Update" yang dipublikasikan hari ini, Rabu 2 Oktober 2013, menyebutkan, Bank Pembangunan Asia itu menurunkan angka proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2013 menjadi 5,7 persen.
Sebelumnya, pada April, ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI sebesar 6,4 persen. Untuk 2014, ADB juga menyesuaikan proyeksi pertumbuhan dari 6,6 persen menjadi 6,0 persen.
"Ekonomi Indonesia diperkirakan lebih lambat dari perkiraan semula, karena berbagai kebijakan yang diambil untuk mengendalikan inflasi. Defisit neraca berjalan juga akan memengaruhi laju pertumbuhan," ujar Edimon Ginting, Deputy Country Director ADB untuk Indonesia.
Namun, dia menjelaskan, ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan neraca berjalan akan membaik tahun depan. Pertumbuhan ekonomi pada tengah tahun pertama 2013 berada di bawah perkiraan semula, karena turunnya investasi dan belanja negara, serta meningkatnya inflasi akibat lonjakan harga bahan bakar minyak.
Seperti prediksi pada awal tahun ini, konsumsi swasta tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan. Meningkatnya lapangan pekerjaan dan gaji, ditambah dengan pengurangan pajak penghasilan bagi mereka yang berpenghasilan rendah, mampu mengurangi dampak yang diakibatkan oleh inflasi dan kredit konsumsi yang makin ketat.
Dalam jangka pendek, berdasarkan laporan itu, berbagai kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas makroekonomi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Namun, masih tingginya inflasi juga akan menurunkan angka konsumsi dalam beberapa bulan ke depan.
Baca Juga :
Siap hadapi krisis
Antara lain, pemerintah menyiapkan instrumen pertukaran
(swap facilities)
dengan beberapa negara, serta mekanisme pendanaan alternatif dari lembaga-lembaga pembangunan internasional. Selain itu, pengurangan subsidi bahan bakar berkontribusi pada penguatan posisi fiskal negara, serta memberikan keleluasaan anggaran bagi berbagai program ekonomi dan sosial.
Untuk itu, pemerintah perlu terus berupaya mengurangi defisit transaksi secara berkesinambungan dengan mempercepat reformasi ekonomi dan pembangunan infrastruktur. Kebijakan ini untuk meningkatkan daya saing ekonomi, khususnya dalam memacu peningkatan ekspor dari sektor industri.
Upaya yang sama juga diperlukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan memacu produktivitas tenaga kerja.