Turbulensi Timnas Indonesia Sepanjang 2019

Para pemain Timnas Indonesia tertunduk lesu usai Mohamadou Sumareh cetak gol
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA – "PSSI, dalam rapat bersama Komite Eksekutif, telah menetapkan Simon McMenemy menjadi pelatih Timnas Indonesia senior," begitu pernyataan mantan Plt Ketua Umum PSSI. Tepat pada 20 Desember 2018, Simon didaulat menjadi pelatih Timnas senior.

Tugas dan asa yang diemban Simon memang begitu berat. Dia dituntut untuk mengembalikan performa apik Timnas, meneruskan tongkat estafet dari Luis Milla Aspas.

Ya, tak adil rasanya, menginginkan Simon membentuk Timnas yang mirip dengan racikan Milla. Keduanya punya selera berbeda.

Ketika Milla menyukai gaya cerdas dengan bola-bola pendek dan cepat, Simon tentu punya pemikiran lain.

Maret 2019, menjadi awal dari langkah Simon untuk membuktikan diri ke publik Indonesia. Dia mengagendakan sejumlah laga uji coba melawan tim lokal dan negara lain.

Myanmar jadi lawan pertama Timnas senior di bawah arahan Simon. Dalam duel itu, Timnas senior menang dengan skor 2-0.

Selanjutnya, Juni 2019, Simon memimpin armada Merah Putih menghadapi Yordania dalam laga tandang. Dalam duel itu, Timnas senior kalah, 1-4.

Vanuatu menjadi lawan ketiga Simon dalam laga uji coba. Di duel itu, karena perbedaan kelas yang jauh, Timnas senior menang besar, 6-0.

Ini baru uji coba. Dan, sejumlah pertanyaan masih muncul, bagaimana kalau di ajang resmi? Apakah racikan Simon bisa membuat Timnas senior tampil menggigit.

Ujian sesungguhnya datang pada 5 September 2019. Timnas senior harus berhadapan melawan rival serumpun, Malaysia.

Performa Timnas senior begitu menjanjikan di awal permainan. Mereka mampu mencuri gol lebih dulu lewat Alberto Goncalves di menit 11. Namun, perlahan kekurangan Timnas senior mulai terlihat.

Ada ketidakseimbangan antara sektor serang, tengah, dan lini pertahanan. Transisi permainan begitu lambat. Stamina pun melorot dengan begitu drastis. Hingga akhirnya, Timnas senior kalah dengan skor 2-3.

Di pertandingan kedua, 10 September 2019, Timnas senior jumpa lawan yang lebih berat, yakni Thailand. Lagi-lagi, Timnas senior kalah dari Thailand. Skornya begitu telak, 0-3.

Dua kali kalah, harapan lolos ke babak selanjutnya makin tipis. Terlebih, mereka harus bertandang ke Al Maktoum Stadium, Uni Emirat Arab, 10 Oktober 2019. Di duel itu, Timnas senior digilas 0-5.

Hancur lebur, begitu wajah Timnas senior dibuat oleh Simon. Publik mulai gerah dan menyuarakan #SimonOut.

Simon masa bodoh dengan teriakan warganet. Dia tetap tak peduli dan yakin bisa membangkitkan Timnas senior. Di sisi lain, PSSI juga sudah mulai gerah.

Laga melawan Vietnam, 15 Oktober 2019, jadi hari penghakiman bagi Simon. Benar saja, Timnas senior kalah lagi, 1-3. Nasib Simon makin di ujung tanduk.

Hingga akhirnya, Simon dipecat, 6 November 2019 atau 12 hari jelang duel melawan Malaysia di Stadion Bukit Jalil. Sempat terjadi kebingungan saat PSSI mengumumkan menghentikan kerja sama dengan Simon.

Sebab, Ketua Umum PSSI terpilih, Komjen Pol Mochamad Iriawan alias Iwan Bule, menyatakan Simon masih menemani Timnas senior di laga kontra Malaysia.

Nasi sudah jadi bubur. Simon keburu ngambek. Akhirnya, Timnas senior didampingi oleh Yeyen Tumena. Hasilnya, Timnas senior kalah 0-2 di Bukit Jalil.

Turbulensi dahsyat di skuat Timnas senior memaksa PSSI harus gerak cepat. Mereka memanggil dua pelatih kenamaan untuk melakukan presentasi dalam program untuk Timnas senior.

Milla kembali dipanggil. Ya, mungkin dampak dari efek netizen juga yang menyuarakan #BringBackMilla. Satu nama lainnya adalah pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae-yong.

Shin juga bukan pelatih sembarangan. Dia sempat menemani Korea Selatan di Piala Dunia 2018 silam dan membuat sejarah dengan mengantarkan anak-anak asuhnya mengalahkan Jerman.

Shin yang terlebih dulu memaparkan programnya kepada PSSI, di Malaysia. Pertemuan dilangsungkan hampir bersamaan saat Timnas senior menghadapi Malaysia di Stadion Bukit Jalil.

Milla baru bisa menemui PSSI akhir November 2019, saat para pejabat teras sedang berada di Filipina, menemani skuat Timnas U-23 berlaga di SEA Games.

Dalam pertemuan itu, Milla bicara banyak soal program yang sempat dibangunnya di Indonesia. Pun, deretan program itu diharapkan bisa dilanjutkan kembali di Indonesia.

"Kalau ada pelatih yang sanggup dan siap memberikan gelar, artinya dia bohong. Tidak ada pelatih yang bisa kasih garansi. Saya cuma bisa kasih garansi, sepakbola adalah proses berkelanjutan seperti yang sudah saya lakukan. Yakni, masalah sikap dan profesionalisme," ujar Milla usai bertemu dengan PSSI.

Namun, dalam perkembangannya, Shin terancam disalip oleh klub China, Shenzen FC. Pun, Shin masih belum bisa mengambil keputusan.

"Saya  memang bicara dengan Indonesia, dan ada klub China. Yang bisa saya konfirmasikan adalah, melatih lagi di 2020 mendatang," terang dia.

Jadi, siapa pelatih anyar Timnas senior usai terjadi turbulensi hebat di 2019?

Emas SEA Games yang Masih Mahal

Di penghujung 2019, SEA Games menjadi salah satu media untuk mengobati rasa rindu akan prestasi publik sepakbola nasional pada level internasional. Harapan yang begitu besar, disematkan kepada Timnas U-22 asuhan Indra Sjafri.

Target emas dipasang sejak masa pembentukan Timnas U-23. Namun, saat mengetahui, siapa pesaing di Grup B SEA Games, mulai banyak nada sumbang yang terdengar.

Ya, di SEA Games 2019, Timnas U-22 harus menghadapi beberapa lawan berat. Thailand dan Vietnam, merupakan batu sandungan utama.

Sempat ada rasa pesimis yang muncul Timnas U-22 bisa lolos fase grup. Wajar, mengingat di ajang sebelumnya, Kualifikasi Piala Asia U-23, mereka sempat jumpa Vietnam dan Thailand pula.

Ketika jumpa Thailand dan Vietnam di Kualifikasi Piala Asia U-23, Maret 2019 lalu, Timnas U-22 selalu kalah. Menghadapi Thailand, 22 Maret 2019, Timnas U-22 dibantai, 0-4.

Berselang dua hari, Timnas U-22 dibekuk Vietnam, dengan skor 0-1, di My Dinh Stadium. Hanya menghadapi Brunei Darussalam, 26 Maret 2019, Timnas U-22 bisa menang. Itu pun tipis, skornya 2-1.

Statistik buruk inilah yang membuat publik pesimistis Timnas U-22 bisa lolos fase grup SEA Games 2019.

Tapi, semua keraguan mulai pudar ketika Timnas U-22 berhasil membekuk Thailand, 2-0, di laga pembuka SEA Games 2019.

Harapan akan lolosnya Timnas U-22 ke semifinal semakin besar usai menggilas Singapura, 2-0, pada 28 November 2019.

Namun, jantung para pendukung mulai berdegup kencang ketika Vietnam kembali mengalahkan Timnas U-22 dengan skor 2-1. Ini menjadi kekalahan kedua Timnas U-22 secara beruntun dari Vietnam di 2019.

Kekalahan ini mewajibkan Timnas U-22 menang dengan skor besar saat menghadapi Laos dan Brunei. Dan, di dua laga tersebut, Timnas U-22 mampu menang dengan skor telak, melawan Brunei, 8-0, dan Laos 4-0.

Alhasil, Timnas U-22 tampil di semifinal SEA Games 2019. Lawannya tak terlalu menyeramkan, Myanmar. Timnas U-22 sempat unggul lebih dulu dalam pertandingan yang digelar di Rizal Memorial Stadium, 7 Desember 2019, lewat torehan Evan Dimas di menit 57.

Timnas U-22 memperbesar keunggulan di menit 72, lewat Egy Maulana Vikri. Namun, fokus Timnas U-22 pecah di masa kritis. Mereka kebobolan pada menit 79 dan 80, lewat Aung Kaung Mann serta Win Naing Tun.

Perpanjangan waktu digelar. Di sinilah momentum untuk Timnas U-22 muncul. Mereka kembali menemukan sentuhan terbaiknya dan menjebol gawang Myanmar dua kali, lewat Osvaldo Haay dan Evan.

Euforia, pesta pora, ada harapan bagi Timnas U-22 untuk mengakhiri puasa emas di cabang olahraga sepakbola SEA Games yang sudah berlangsung 28 tahun.

Tentu, jadi beban yang berat bagi Timnas U-22. Apa lagi, lawannya adalah Vietnam.

Di 2019, Vietnam memang punya catatan apik saat jumpa Timnas U-22. Dalam dua pertemuan, di Kualifikasi Piala Asia U-22 dan fase grup SEA Games, Vietnam selalu menang.

Patut dicatat, dua kemenangan itu lahir saat Vietnam ditangani pelatih Park Hang-seo. Ya, Hang-seo jadi nemesis bagi Indra. Rekor Indra saat jumpa Hang-seo cukup buruk. Dan di 2019, sebelum final SEA Games, Indra selalu kalah.

Berat pastinya. Namun, Indra punya pendapat lain.

"Tidak ada tekanan di final. Mau apa? Kalau stres, itu sakaratul maut. Tak apa-apa stres saat sakaratul maut. Orang juga tidak stres kalau mau sakaratul maut. Ini cuma final SEA Games 2019, kok harus stres?" kata Indra.

Kepercayaan diri yang luar biasa jelang partai final. Namun, ketika memasuki partai pamungkas, Timnas U-22 malah tak berkutik di tangan Vietnam.

Benar saja prediksi segelintir pihak, Hang-seo kembali jadi mimpi buruk bagi Indra. Taktik dan strategi Indra mentah begitu saja.

Timnas U-22 kalah telak dengan skor 0-3, dan Vietnam berhasil menggondol medali emas pertamanya di cabor sepakbola SEA Games. Dengan demikian, puasa emas Indonesia di sepakbola SEA Games menjadi lebih panjang.