Dwi Hartanto Disidang, KBRI Tetap Beri Pendampingan
- Google Maps
VIVA.co.id – Kebohongan ilmuwan Indonesia, Dwi Hartanto, terbongkar. Mahasiswa program doktoral di Universitas TU Delft Belanda itu mengakui informasi yang selama ini dia sampaikan di media sosial dan media massa tentang dirinya adalah klaim semata dan mengakui kebohongan tersebut.
Salah satunya dia pernah mengaku terlibat dalam pengembangan teknologi pesawat tempur generasi ke-6. Belakangan dia mengatakan, hal itu tak benar dan dia meminta maaf. Dwi disebut-sebut sebagai otak di balik teknologi pesawat tempur generasi keenam, ahli teknologi satelit dan pengembangan roket. Atas berbagai kontribusi dan paten tersebut, Dwi sempat diberitakan sebagai ‘The Next Habibie’.
Menyusul kebohongan yang terbongkar, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag mencabut perhargaan yang diberikan kepada Dwi pada peringatan HUT RI ke-72, melalui Surat Keputusan NOMOR SK/023/KEPPRI/VIII/2017 yang sempat dikeluarkan pada 15 September 2017.
Meski mencoreng nama ilmuwan Indonesia di Belanda, KBRI tetap memenuhi hak-hak Dwi sebagai Warga Negara Indonesia di Negeri Kinci Angin tersebut.
"Sebagai WNI, KBRI mendampingi yang bersangkutan di sidang kode etik Universitas (TU Delft)" ujar Dubes RI untuk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja, dalam pesan singkat kepada VIVA.co.id, Minggu 8 Oktober 2017.
Menurut Puja, pencabutan penghargaan yang diberikan KBRI tak terkait dengan status yang bersangkutan sebagai mahasiswa TU Delft. "Soal itu (status Dwi) menjadi kewenangan pihak universitas," tutur Puja.
Sebelumnya, begitu terbongkar kebohongannya, Dwi menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf dalam dokumen 5 halaman. Dokumen tersebut terbagi dalam bagian pembukaan, klarifikasi umum latar belakang, klarifikasi fakta berita di media massa nasional, klarifikasi fakta di Mata Najwa, klarifikasi fakta kemenangan kompetisi antar space agency luar angkasa DLR, klarifikasi fakta dalam wawancara dengan BJ Habibie, sampai klarifikasi pertemuan dengan BJ Habibie.
Selain itu klarifikasi informasi yang disebarkan melalui akun media sosial, klarifikasi keterlibatan dalam acara Visiting World Class Professor, dan klarifikasi ketidakterkaitan dengan PhD.
Minta Maaf
Dalam klarifikasi tertulis, Dwi memohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak yang dirugikan atas informasi bohong yang dia sebarkan.
"Saya mengakui dengan jujur kesalahan/kekhilafan dan ketidakdewasaan saya, yang
berakibat pada terjadinya framing, distorsi informasi atau manipulasi fakta yang sesungguhnya secara luas yang melebih-lebihkan kompetensi dan prestasi saya. Saya sangat berharap bisa berkenan untuk dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya," katanya.
Dwi berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya kembali, akan terus berkarya dan berkiprah sesuai kompetensinya dan akan menolak semua pemberitaan dan undangan resmi di luar kompetensinya.
“Perbuatan tidak terpuji/kekhilafan saya seperti yang tertulis di dokumen ini adalah murni perbuatan saya secara individu yang tidak menggambarkan perilaku pelajar maupun alumni Indonesia di TU Delft secara umum,” tulisnya. (ren)