Kebijakan Pembatasan Media Sosial Tak Ada Evaluasi, Enggak Efektif

Berita hoax di media sosial.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Jaringan relawan pembela hak-hak digital se-Asia Tenggara, SAFEnet, menyebut banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah setelah melakukan pembatasan sejumlah fitur media sosial pada 22 hingga 25 Mei 2019.

Pertama adalah mengenai evaluasi setelah melakukan kebijakan tersebut. "Tiga hari pembatasan sudah selesai. Suasana sudah kondusif, tapi apa evaluasinya," kata Kepala Divisi Akses Atas Informasi SAFEnet, Unggul Sagena di Jakarta, Kamis, 27 Juni 2019.

Menurutnya, saat ada sidang gugatan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi, beredar wacana akan dilakukan pembatasan lagi. Artinya, kata dia, ada kecenderungan mengulang kebijakan tersebut. Namun sayang, tidak ada kejelasan mengenai kriteria pembatasan serta ketiadaan evaluasi.

"Mereka, kan, tidak menyatakan, oh ya, kriterianya ini dan itu. Tidak ada. Jadi, ketika dilakukan lagi mungkin saja. Itu yang kita protes. Masyarakat harus tahu kriteria dan batasannya seperti apa," ungkap Unggul.

Kedua, ia menjelaskan bahwa masyarakat juga harus tahu berapa lama pemerintah melakukan pembatasan. Menurut Unggul, jika pemerintah mengatakan ada ukuran waktu, masyarakat juga mendukung kebijakan pembatasan.

Saat pembatasan dilakukan, muncul fenomena di masyarakat untuk menggunakan Virtual Private Network (VPN). Sistem ini pun, lanjut Unggul, menjadi pekerjaan rumah baru bagi pemerintah karena melarang menggunakan VPN.

"Akhirnya repot lagi. Apalagi pelaku e-commerce yang banyak protes, kemudian pemerintah harus mengeluarkan lagi infografis jangan sampai menggunakan VPN segala macam. Keefektivitasnya lagi-lagi dipertanyakan," jelas Unggul.