Kenapa Ada Orang yang Beli Tanah Seharga Jutaan Dolar di Metaverse?

Sebidang tanah virtual di metaverse bernama Sandbox baru-baru ini laku terjual lebih dari AS$4,3 juta. (Koleksi: Sandbox)
Sumber :
  • abc

Christie, seorang pensiunan guru sekolah di Perth, membayar lebih dari AU$1.000, atau lebih dari Rp10 juta untuk membeli sebuah penthouse virtual di lokasi bernama Uphoria. Lokasi ini adalah satu dari banyak dunia metaverse yang diluncurkan tahun ini.

"Visi untuk penthouse in, selain untuk menggelar pertemuan-pertemuan lewat Zoom, juga untuk bergabung dengan saya di sana melalui link (tautan) yang saya kirim," katanya.

"Jadi kalau pun hanya untuk pertemuan Zoom, tetap bisa dilakukan lebih keren."

'Real estate' virtual saat ini sedang 'booming', tahun lalu penjualannya mencapai AU$500 juta (sekitar Rp5 triliun)  dan diprediksi nilainya akan berlipat ganda pada tahun 2022.

Dalam beberapa tahun, nilai pasaran di metaverse bisa mencapai triliunan dolar, menurut sejumlah bank investasi seperti Morgan Stanley.

Tapi saat tren ini akan meningkat, beberapa pihak memperingatkan jika tanah dan properti virtual hanyalah bentuk dari skema piramida lainnya, yang didorong oleh spekulasi tak berdasar sehingga saat gagal, banyak yang akan kehilangan uang mereka.

Jadi apa itu tanah virtual, apa risikonya bagi calon pembeli, dan siapa sebenarnya yang membelinya?

Keluarga Sydney membeli tanah untuk anak-anak

Lisa, yang menjalankan bisnis konsultasi di Sydney, dan suaminya, seorang pegawai negeri, mengaku sudah menghabiskan "jumlah uang yang signifikan" untuk membeli beberapa bidang tanah virtual di metaverse yang disebut TCG World.

Mereka juga menginvestasikan waktu, kira-kira hingga 10 jam seminggu untuk menjadi agen 'real estate' virtual dan moderator forum secara sukarela.

"Kami telah membeli sejumlah bidang tanah [yang besar, lokasi premium] dan sejumlah pertanian virtual," katanya.

"Kami sedang mencari tanah untuk anak-anak. Saya melihatnya ini benar-benar menjadi peluang penghasil uang."

Metaverse, seperti TCG World, dirancang untuk menjadi ruang virtual kolaboratif, di mana penggunanya bisa bersosialisasi, bermain, bekerja, belajar, dan berbelanja.

Bayangkan mereka seperti sejumlah pemain 'game' online yang sangat besar, seperti 'Fortnite'. Bedanya, mereka tidak saling menembak.

Sebenarnya sudah bertahun-tahun ada sejumlah upaya untuk membangun ruang virtual, tapi tidak ada yang sepopuler seperti saat ini.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak penggunaan 'headset virtual reality' (VR), munculnya game "play-to-earn", serta popularitas cryptocurrency dan NFT, atau token lain yang tidak dapat dipertukarkan.

Hal inilah yang semakin meyakinkan beberapa pelaku teknologi jika metaverse sudah tiba.

Apakah saat ini jadi momen 'big bang' metaverse?

Oktober tahun 2021, Facebook membuat pengumuman besar jika mereka mengubah nama 'brand'-nya menjadi 'Meta' dan sekarang adalah perusahaan metaverse.

Perubahan di Facebook memberiikan kepercayaan bagi gagasan metaverse dan memicu tren saat ini.

Tiba-tiba, metaverse dianggap menjadi sebuah masa depan untuk … segala hal.

Lisa, seorang warga di Sydney beserta suaminya, juga anak-anaknya mengatakan akan bekerja penuh waktu di metaverse di masa depan.

"Ada kebutuhan untuk memiliki komunitas virtual bagi orang-orang untuk berinteraksi dan berbisnis," prediksi Lisa.

Mereka berencana untuk mendapatkan mata uang lewat game melalui aktivitas yang bisa menghasilkan uang, seperti menambang koin, berburu karakter virtual, selain juga ia memiliki visi untuk mengatur kencan virtual serta memberikan layanan transportasi dan sekolah memasak.

Lisa percaya dunia maya akan memberikan semangat wirausaha yang tidak didapat di dunia nyata.

"Di Australia, biaya properti sudah cukup tidak terjangkau dan kita tidak dapat melakukan apa pun," katanya.

"Ketika datang ke metaverse, kemungkinan kita untuk mendapatkan sebidang tanah tidaklah terbatas, dari rumah mewah untuk kumpul bersama tempat, sampai ke bar virtual dan klab malam."

"Batasan di dunia virtual lebih sedikit, harga untuk memulai masuk ke pasar properti lebih rendah dan banyak peluang."

'Kami memiliki 5.000 pemilik tanah'

Apa yang diyakini oleh Lisa soal TCG World saat ini memang belum ada.

David Evans, dari kantornya di Belanda, memimpin tim global yang membangun dunia virtual dari nol.

Pekerjaannya dengan TCG World, yang diciptakan di bulan Mei 2021, sudah berjalan lancar saat Facebook mengubah namanya dan konsep metaverse banyak diliput media.

"Tiba-tiba, tren dan apa yang dibicarakan membuat kami berkembang jauh lebih cepat dari yang diperkirakan," kata David.

Di bulan November, sebulan setelah pengumuman Facebook soal Meta, David menjual sebidang tanah virtual pertama di TCG World.

Sekarang ia mengaku sudah menjual 16.000 lahan, dengan nilai total lebih dari A$8 juta.

Dengan rata-rata kepemilikan tiga kavling per pembeli, ribuan orang sudah membayar ribuan dolar untuk bertaruh di sebuah dunia yang baru akan ada enam bulan lagi.

"Kami memiliki sekitar 16 atau 17 agen real estate sekarang yang menjual sebidang tanah virtual," kata David.

"Kami memiliki grup Telegram dengan 12.000 orang yang setiap harinya bersemangat dan sangat ingin melihatnya."

Dalam ukuran standar metaverse, TCG World adalah sebuah benih kecil.

Decentraland, didirikan pada tahun 2017, kini sudah memiliki sekitar 300.000 pengguna aktif setiap bulannya.

Karena jumlah peserta berlipat ganda, sebidang tanah dengan yang paling banyak dikunjungi menjadi yang paling mahal.

Akhir tahun lalu, sebuah perusahaan 'real estate' virtual membayar AS$3,5 juta untuk sebidang tanah di jantung kawasan fesyen Decentraland.

Kawasan ini akan dikembangkan untuk menggelar peragaan busana dengan para avatar berjalan di atas 'catwalk', menampilkan pakaian yang dapat dibeli penggunanya untuk kemudian dikenakan di avatar mereka.

Sejumlah perancang busana mewah ternama dunia sudah menandatangani kesepakatan untuk ikut ambil bagian.

CEO perusahaan 'real estate' itu mengatakan pembelian tanah di dunia virtual saat ini seperti menjual sebidang tanah di kota Manhattan, New York yang masih murah di abad ke-19.

"Seperti membeli di kawasan Fifth Avenue di tahun 1800-an," katanya.

Apakah banyak orang Australia membeli tanah virtual?

Meski belum terlalu banyak, tapi ada peningkatan minat pada penjualan tanah dan properti virtual dalam beberapa bulan terakhir, menurut admin grup di Facebook Australia yang berbagi informasi soal NFT dan metaverse.

"Masih ada beberapa orang yang menentangnya dan tidak begitu mengerti mengapa ada orang yang menginginkannya atau melakukannya," kata Simone, yang juga dikenal dengan nama 'The CryptoDomme'.

"Ada minat yang beragam saat ini, tapi terus berkembang. Nama Facebook yang diubah menjadi Meta mendapat banyak perhatian orang [yang] belum ada di ruang ini."

Tanah virtual mungkin tampak seperti sebuah gagasan yang terpinggirkan sekarang, kata Simone, tapi mungkin akan segera menjadi umum, seperti yang terjadi pada mata uang kripto dan NFT.

Sekarang bank-bank di Australia menawarkan perdagangan kripto kepada pelanggan mereka dan NFT diiklankan di Australian Open.

Simone memprediksi tanah virtual yang merupakan salah satu jenis NFT, akan menjadi fokus perhatian para investor kripto pada tahun 2022, seperti koleksi Cryptopunks dan Bored Apes Yacht Club di tahun 2021.

Tapi belum tentu juga menjanjikan, karena pasar seni NFT dikhawatirkan jadi gelembung yang bisa jadi suatu saat nanti akan meletus.

"Kita pasti ingin berhati-hati, ada banyak penipu di luar sana," ujarnya.

Bagaimana jika jadi kegagalan besar?

Terlepas dari prediksi triliunan dolar, penjualan yang meyakinkan, dan kesuksesan relatif dari tempat-tempat seperti Decentraland, tak ada yang tahu apakah ada banyak orang yang nantinya benar-benar akan menggunakan metaverse.

Mungkin saja tidak satu pun dari dunia virtual baru ini akan jadi populer, atau orang-orang tidak akan pernah menggunakannya, kemudian rumah-rumah mewah dan kawasan virtual berakhir dengan ditinggalkan dan tidak ada harganya lagi.

Jathan Sadowski, seorang peneliti senior di Emerging Technologies Research Lab di Monash University, mengatakan tren dunia virtual ini selintas terlihat seperti skema piramida.

"Mereka sangat mirip dengan skema pemasaran multi-level dalam cara mereka beroperasi," katanya.

"Ada anggapan akan ada banyak orang yang dibohongi yang akan membelinya lebih mahal dari orang yang telah dibohongi sebelumnya. Tapi pada titik tertentu akan habis, kemudian mereka tidak mendapatkan apa-apa."

Artinya, ketika investor meninggalkan dan mencari kesempatan lain, maka orang lain akan dibiarkan memiliki Menara Eiffel virtual yang tidak lagi bernilai.

David Evans dari TCG mengakui metaverse mungkin tidak akan pernah menjadi 'mainstream'.

"Selalu ada risiko untuk setiap investasi," katanya.

"Jika metaverse menjadi mainstream, maka ya, nilai besar yang diproyeksikan mungkin akan terlampaui."

"Tetapi jika tidak, maka akan hanya di kalangan komunitas crypto, mungkin komunitas game, dan akan tumbuh sedikit lebih lambat, tetapi masih akan tumbuh."

Sementara itu, pesaing metaverse menawarkan hal lain dan sudah jadi buruan bagi investor lain yang bersedia.

Salah satunya adalah membeli NFT yang bisa membuat Anda menjadi "Presiden virtual Australia".

Token tersebut masih belum ada yang mengklaim, begitu juga di negara lain.

Keterangan: kurs AU$1 = sekitar Rp10.000

Artikel ini diproduksi Erwin Renaldi dari laporan bahasa Inggris