Banyak Warga Twitter Tidak Terlalu Suka WFH, Menurut Analisa

Ilustrasi WFH.
Sumber :
  • Dok. Istimewa

VIVA Tekno – Bekerja dari rumah atau populer dengan istilah work from home (WFH) mulai menjadi tren sejak Covid-19. Namun sejak kasus penularan mulai menurun, kantor-kantor mulai menerapkan pekerja untuk kembali ke kantor.

Akibatnya beberapa orang mengeluh jalanan semakin macet. Belum lagi fasilitas umum seperti commuter line yang semakin sesak karena padatnya penumpang.

Terkait isu WFH di Indonesia, startup yang bergerak di bidang machine learning Valiance, melakukan analisis pada percakapan pengguna media sosial Twitter.

Perusahaan mengumpulkan tweet berbahasa Indonesia yang memuat kata kunci "working from home" dan "WFH". Pengumpulan data berlangsung sejak Maret 2020, di mana kala itu kasus Covid-19 pertama di Indonesia resmi diumumkan hingga Desember 2022.

Pada periode tersebut terkumpul lebih dari sejuta tweet, tepatnya 1.078.599.

"Untuk keperluan analisis ini, kami telah mengumpulkan lebih dari satu juta tweet. Kami memakai Natural Language Processing (NLP) untuk melakukan klasifikasi sentimen atas tweet mengenai WFH," ujar Adityo Sanjaya selaku Chief Data Scientist Valiance sekaligus CEO Pacmann, dalam konferensi pers virtual, Jumat, 24 Februari 2023.

Persentase tweet mengenai WFH.

Photo :
  • Pacmann

 
Menurut Adit, isu ini menarik untuk dianalisis karena WFH telah mengubah kultur kerja secara global, tak terkecuali Indonesia. Dia pun mengatakan bahwa sebagai perusahaan teknologi, Pacmann menerapkan WFH bagi mereka yang bekerja di luar Jakarta serta hybrid untuk yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Setelah melalui proses pembersihan data, tweet yang telah terkumpul itu diklasifikasikan menggunakan NLP model, apakah memiliki sentimen positif, negatif atau netral terhadap penerapan WFH.

Dari sana terungkap bahwa sekitar 45,68 persen (492.652 tweets) bersentimen negatif, 39,69 persen (428.077) tweet bersentimen positif, dan 14,64 persen (157.870) bersentimen netral.

Sepuluh hari teratas dengan volume mengenai WFH terbanyak ditemukan pada Maret 2020. Wajar saja mengingat banyak instansi pemerintahan dan perusahaan swasta mulai menerapkan kebijakan WFH kala itu.

Selepas Maret 2020, tren percakapan menurun tajam hingga pertengahan 2020 dengan beberapa kali fluktuasi di mana terjadi peningkatan September 2020, Oktober 2020, Januari 2021, Juli 2021, Februari 2022, Mei 2022, dan Desember 2020.

Guna menguliti isi percakapan, Pacmann mengekstraksi kolokasi dari data tekstual yang telah terkumpul. Di dalam ilmu linguistik, kolokasi dapat didefinisikan sebagai sekelompok kata yang sering muncul bersama dan dapat memberikan informasi penting tentang makna dan penggunaan kata-kata tersebut.

Kategori kolokasi tweet mengenai isu WFH.

Photo :
  • Pacmann

Misalnya, 'zona merah' yang berkolokasi satu sama lain karena mereka sering digunakan bersama-sama. Dalam konteks pandemi Covid-19, 'zona merah' merujuk pada wilayah geografis dengan jumlah kasus tinggi atau tingkat penularan tinggi.

“Untuk mengekstrak kolokasi dari data tekstual (korpus), kami menganalisis frekuensi dan kemunculan bersama kata-kata tersebut secara statistik,” ujar Cahya Amalinadhi Putra, Pengajar dan Data Scientist di Pacmann.

Setelah kolokasi terekstraksi, tweet dikategorikan ke dalam beberapa kelompok berbeda berdasarkan kedekatan makna atau aspek lainnya dengan skor statistik masing-masing kolokasi tersebut.

“Secara umum, ada empat kategori pokok percakapan mengenai isu WFH, yakni aktivitas, kesehatan, utilitas, dan lainnya,” tutur Cahya.

Menurut Pacmannn, salam mengadopsi sistem ini, perusahaan perlu mempertimbangkan manfaat dan risiko terkait di dalamnya yang mungkin mencakup produktivitas, kesejahteraan karyawan, kolaborasi, bahkan dampak sosial dan ekonomi.

Perusahaan perlu mengatur kebijakan mereka sesuai dengan situasi yang dihadapi, sehingga dapat memaksimalkan manfaat WFH dan meminimalkan risikonya.