MMA AsPac Bicara Masa Depan Iklan Mobile di Indonesia

Pengguna smartphone di China.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Keberadaan platform mobile dipandang bakal memperkuat media konvensional untuk menjadi wadah menyampaikan iklan, khususnya periklanan melalui platform mobile.

Managing Director Mobile Marketing Association (MMA) Asia Pacific (AsPac), Rohit Dadwal mengatakan, seiring dengan perkembangan periklanan mobile di Indonesia, tidak akan menggeser platfrom media konvensional seperti televisi maupun cetak. Dia menilai, periklanan melalui platform mobile malah melengkapi platform yang sudah ada saat ini.

“Platform mobile itu tidak melawan (platform) media lain. Dia malah sebagai pelengkap media yang sudah ada. Tidak ada media yang mati, yang ada saling melengkapi," ujarnya di sela-sela acara MMA Forum di Ritz Carlton Kuningan, Jakarta, Kamis 22 September 2016. 

Saat ini, berdasarkan data yang dia miliki, alokasi bujet iklan untuk platform periklanan mobile di Indonesia masih sedikit dibanding dengan tren yang ada di negara lain. Rohit mengatakan, periklanan mobile di negara maju seperti Inggris sudah menempati nomor teratas dalam alokasi bujet iklan.

Hal ini berbeda jauh jika dibandingkan dengan media konvensional. Namun, kata dia, perlahan-lahan perusahaan bakal menambahkan bujet mereka ke periklanan mobile.

"Periklanan mobile di negara maju sudah menempati urutan pertama atau kedua. Sementara, di Indonesia kisaran satu sampai tiga persen," ujar dia.

Sedangkan di sisi lain, jika melihat dari rata-rata alokasi periklanan mobile di Asia Pacific sekitar 7-10 persen.

“Nantinya, dari satu persen menjadi 10-20 persen,” jelasnya.

Seiring waktu, Rohit meyakini perusahaan akan mulai mengalokasikan iklan konvensional ke platform mobile. Sebab, perusahaan kini makin menyadari, periklanan mobile membuat pengiklan bisa menyasar target audiens secara lebih spesifik. 

Masih rendahnya alokasi penerapan iklan ke mobile, disebabkan beberapa faktor. Menurut Wendy Soeweno, Principal Partner Mindshare, faktor-faktor yang melatarbelakangi, di antaranya penetrasi ponsel mobile, harga, dan pengukuran.

“Ini, karena pergerakan untuk teknologinya, atau bagaimana caranya mengena ke audiens khususnya di mobile phone itu masih belum sepadan dengan pergerakan dari penetrasi dari mobile phone itu. Kalau dihitung-hitung juga nih, harganya juga masih lebih tinggi kalau kita bandingkan taruh iklan di televisi. Dan, kalau di mobile ini belum bisa diukur,” ujarnya. (asp)