Tanpa UU Perlindungan Data, Warga 'Telanjang' di Dunia Maya
- Pixabay/Tumisu
VIVA.co.id – Pemerintah manargetkan pada 2018, sudah bisa melahirkan undang-undang tentang perlindungan data pengguna. Saat ini aturan terkait pelindungan data masih dalam bentuk peraturan menteri, yaitu Permenkominfo Nomor 20 Tahun 2016.
Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, nantinya aturan perlindungan data dalam level undang-undang akan lebih detail.
"Akan dielaborasi lebih detail. Umpamanya pengumpulan data bagaimana, olah dan penyimpanan data bagaimana, bagaimana jika ada kesalahan, sanksinya bagaimana," ujar Semuel di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Rabu 26 April 2017.
Sementara Ketua Cyber Law Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Sinta Dewi mengatakan, dalam aturan perlindungan data nantinya akan mengelaborasi secara lebih luas prinsip perlindungan data pada Permenkominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Sinta mengatakan, nantinya UU perlindungan data pribadi yang dilahirkan akan memuat prinsip dan mengatur arus lalu lintas data pribadi antarnegara atau dikenal dengan transborder data flow.
Selain itu juga, UU itu nantinya akan memuat prinsip meminimalkan kebocoran data pribadi pengguna.
"Jadi ada prinsip bridge notification. Saat ada institusi yang mengetahui ada kebocoran maka harus langsung segera memberi notifikasi dan harus diumumkan. Sehingga meminimalisir kebocoran data," tuturnya.
Semuel menjelaskan, langkah pemerintah menggolkan UU perlindungan data itu juga sebagai penyadaran ke masyarakat yang dinilai masih rendah. Secara kultur, kata dia, masyarakat mudah untuk berbagi data pribadi kepada pihak lain, memberikan alamat dengan mudahnya.
"Sulitnya menjaga privasi di dunia online. Ke offline saja diminta KTP, kita tanpa tanya ada aturan khusus belum untuk itu. Siapa yang fotokopi KTP itu dan untuk apa," jelasnya.
Dia menegaskan aturan perlindungan data setingkat UU tidak akan mengganggu perkembangan ekonomi digital yang sedang digalakkan pemerintah. Aturan itu justru melindungi pengguna dari ancaman pengumpul data sosial media, layanan on demand dan e-commerce.
Aturan selevel UU itu juga tak akan dipakai pemerintah untuk melakukan pengawasan pengguna dalam dunia online.
"Kita perlu lakukan perlindungan data pribadi. Bagaimana kalau tak ada ruang privat untuk kita. Ya hidup kita telanjang, apa mau?" ujarnya.