Bisnis Data Pribadi Ibarat Tambang yang Harus Diburu

Ilustrasi transaksi pembayaran melalui berbagai sistem Anjungan Tunai Mandiri atau debit, uang elektronik, sampai dengan kartu kredit.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Chairman Communication and Information System Security Research Center, Pratama Persadha mengatakan, data pribadi mutlak harus dilindungi. Terlebih, saat ini bisnis big data menjadi tren bisnis masa depan untuk mendulang keuntungan.

"Data itu ibarat tambang yang harus diburu sebagai sumber daya ekonomi masa depan," kata Pratama kepada VIVA.co.id, Sabtu, 9 September 2017. Akan tetapi, secara aturan perundang-undangan masih tumpang tindih.

Artinya, belum ada kesepakatan aturan yang menjadi payung hukum tentang definisi data pribadi. Akibatnya penindakan pun menjadi parsial.

Berkaca pada kasus penangkapan pelaku penjual data di Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu, pihak Kepolisian mengenakan pasal yang merujuk pada UU Perbankan dan UU ITE.

"Padahal, kedua UU tersebut tidak eksplisit mengatur mengenai perlindungan data pribadi. Inilah yang membuat pengguna tak tahu-menahu bagaimana data mereka harus dilindungi," ujarnya menambahkan.

Selain itu, pengguna juga tidak pernah tahu peruntukan data tersebut akan dipakai untuk kepentingan apa.

Dengan demikian, keberadaan UU Perlindungan Data Pribadi harus didorong sebagai aturan yang memayungi semua jenis data pengguna.

Apalagi, di era maraknya aplikasi digital dan e-commerce, kebutuhan perlindungan data pribadi sudah mendesak. Perkembangan RUU Perlindungan Data Pribadi, yang sedianya akan diserahkan ke DPR akhir tahun ini oleh Kominfo, menarik ditunggu.

"Sejauh mana RUU ini mengakomodir sekaligus memaksa industri perbankan, penyedia aplikasi, e-commerce dan penarik data pribadi, agar melindungi data pribadi konsumen/nasabah dengan sistem pengamanan yang kuat." (mus)