Simpang-Siur Uber dan Grab 'Main Aman' di Taksi Online
- REUTERS/Darren Whiteside
VIVA – Uber menyerah bersaing dengan Grab atau Gojek di Asia Tenggara. Kabar itu berembus kencang sejak awal 2018. Bahkan, seluruh operasional Uber di Asia Tenggara bakal diambilalih Grab.
Mengutip situs Straitstimes, langkah Uber ini bertujuan mengumpulkan uang dari penjualan operasionalnya di Asia Tenggara. Hal tersebut sejalan dengan strategi bisnis CEO Dara Khosrowshahi, di mana fokus Uber mengarah ke peningkatan profit dan stabilitas perusahaan.
Dari catatan keuangan, kerugian Uber melonjak 61 persen pada 2017 menjadi US$4,5 miliar atau setara Rp61 triliun. Walaupun kerugian di kuartal IV 2017 sebenarnya telah menurun.
Tak hanya kinerja yang turun, reputasi buruk bertubi-tubi Uber di era CEO Travis Kalanick turut menjatuhkan nama perusahaan.
Maka tak heran bila Khosrowshahi merombak strategi bisnisnya agar bisa menggelar penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) di tahun depan untuk mendapatkan dana segar.
Khosrowshahi juga mengakui kalau berkompetisi dengan pemain lokal memang sulit. Ia lalu mencontohkan China dan Rusia, di mana Uber mengalami kegagalan ekspansi.
Lantas, ia melakukan beberapa langkah strategis. Salah satunya, seperti dikutip CNBC, Uber menjual 20 persen saham mereka ke Didi Chuxing di China dan 37 persen ke Yandex di Rusia.
Ditengarai, Uber menerapkan strategi yang sama di Asia Tenggara dengan menggaet Grab sebagai 'mitra strategi baru.' Apalagi, Grab dan Uber sama-sama didanai SoftBank, sehingga bisa dibilang proses mediasinya lancar.
Diketahui, investor kakap Jepang Softbank makin getol berinvestasi di perusahaan transportasi online. Selain di Uber dan Grab, SoftBank tercatat sebagai investor di Didi Chuaxing dan Ola perusahaan transportasi online asal India.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Bisnis Uber untuk Asia Pasifik, Brooks Entwistle menegaskan, tidak ada rencana perusahaannya untuk merampingkan unit bisnis.
Ia juga menuturkan Uber masih berkomitmen untuk memastikan pertumbuhan perusahaan secara efisien di beberapa pasar. "Kami tidak sedang mengalami konflik setelah menerima suntikan dana dari Softbank," klaim Entwistle.
Sementara itu, Head of Communications Uber Indonesia, Dian Safitri, enggan menanggapi rumor yang beredar. "Kami tidak berkomentar terhadap rumor atau spekulasi," kata dia kepada VIVA, singkat, Senin, 19 Februari 2018.
Grab merupakan perusahaan serupa yang menyediakan layanan transportasi online berupa mobil pribadi, sepeda motor, taksi, dan carpooling di lebih dari 100 kota di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Jika aksi korporasi ini benar terjadi, Grab diperkirakan mendominasi layanan transportasi online di kawasan ini. Apalagi, Uber akan fokus membuat taksi terbang dan menargetkan layanan ini sudah tersedia di Los Angeles, Amerika Serikat, pada 2020.
Uber berencana membangun jaringan kendaraan terbang elektrik yang bisa mendarat dan terbang vertikal (eVTOL) dan membuat kendaraan ini bisa digunakan berdasar pesanan pelanggan.
Rencana ini tertuang di dalam dokumen White-paper on Uber Elevate yang dirilis pada Oktober 2016.
Selain LA, Uber juga akan menyediakan layanan serupa di beberapa kota seperti Dallas, Texas dan Dubai di Uni Emirat Arab. Menarik untuk ditunggu perkembangannya.