Kenali Teknik Hujan Buatan BPPT untuk Riau, Jangan Salah Paham

Kepala BPPT Hammam Riza dan Kepala BNPB Doni Monardo
Sumber :
  • Twitter/@BPPT_RI

VIVA – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi turun tangan memodifikasi cuaca untuk membuat hujan buatan dalam penanggulangan kebakaran lahan dan hutan di Riau. Dalam operasi hujan buatan itu, BPPT menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan TNI AU.

Kepala BPPT, Hammam Riza mengatakan, pemanfaatan teknologi modifikasi cuaca atau dikenal hujan buatan ini merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk mencegah timbulnya asap akibat kebakaran hutan dan lahan. 

“BPPT berkoordinasi dengan BNPB dan didukung TNI AU, sejak akhir Februari kemarin terus melakukan penerbangan untuk menyemai awan guna membuat hujan buatan di atas langit Riau," kata dia di Riau dalam keterangan resmi di laman BPPT, dikutip Senin 4 Maret 2019.

Pesawat yang terlibat dalam operasi hujan buatan ini membawa bahan semai berupa garam NaCl untuk disemaikan pada awan target.

Dalam teknik ini, BPPT menegaskan hujan buatan pada operasi ini tidak secara harfiah sebagai pekerjaan membuat atau menciptakan hujan. Teknologi modifikasi cuaca berupaya meningkatkan dan mempercepat jatuhnya dengan dengan teknik penyemaian awan (cloud seeding) yang menggunakan bahan bersifat higroskopik atau menyerap air. 

Dengan demikian proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan.  

Berdasarkan pantauan satelit Terra/Aqua dan Suomi National Polar-orbiting Partnership, sejak 1 Januari hingga 27 Februari 2019 total hotspot dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen di Wilayah Riau yang jumlahnya mencapai sebanyak 293 titik.

“Dengan memperhatikan kondisi hotspot tersebut, pemanfaatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ini adalah salah satu langkah paling efektif dalam rangka siaga darurat kebakaran hutan dan lahan," ujarnya.

Hammam menegaskan, penggunaan teknologi hujan buatan ini, harus dioptimalkan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang semakin meluas.  

“Jadi ya hujan buatan ini juga dilakukan  untuk mengoptimalkan potensi awan menjadi hujan untuk pembasahan lahan-lahan gambut dan pengisian embung-embung penampungan air untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang lebih luas dan tidak terkendali,” katanya. 

Cloud seeding dalam proses modifikasi cuaca BPPT

Kurang pesawat

Kepala BPPT menyampaikan, operasi Teknologi Modifikasi Cuaca ini juga sebenarnya dapat dilakukan lebih masif. Khususnya untuk dilaksanakan di beberapa wilayah Indonesia yang berpotensi besar terjadi Karhutla.

Hammam menuturkan, strategi pelaksanaan hujan buatan ini dapat juga difokuskan untuk membasahi (re-wetting) lahan gambut yang dinilai mempunyai tingkat kekeringan yang sudah perlu diwaspadai.

“Jadi ya kita tahu, mencegah lebih baik ya. Jika hujan buatan ini dilakukan di lahan gambut, maka kelembapan tanah pada area lahan gambut akan tetap terjaga, sehingga potensi terjadinya kebakaran di area lahan gambut juga semakin berkurang,” paparnya.

Seiring usulan tersebut, Hammam menyatakan memang armada pesawat penyemai garam untuk hujan buatan ini jumlahnya sangat terbatas. Sehingga jika ada Karhutla di Sumatera dan di Kalimantan, maka akan sangat kesulitan untuk melakukan hujan buatan ini secara serentak.

“Semoga dengan dukungan BNPB yang semakin erat ini, kami dapat dibantu untuk pengadaan armada pesawat hujan buatan,” ujarnya.

Sementara pada kesempatan yang sama Kepala BNPB Doni Monardo menuturkan, pemerintah berharap dengan adanya upaya modifikasi cuaca ini kabut asap yang diakibatkan oleh kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau bisa segera diatasi.

“Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak BPPT dan TNI Angkatan Udara melakukan modifikasi cuaca. Kami harap dukungan teknologi modifikasi cuaca ini mampu mengatasi kabut asap akibat Karhutla ini,” ujar Doni. (Ali)