Begini Nasib 2G, 3G dan 4G Jika Indonesia Menerapkan 5G

Ilustrasi teknologi 5G.
Sumber :
  • startupthailand.org

VIVA – Jaringan generasi kelima atau 5G tengah menjadi perbincangan di Indonesia. Di beberapa negara jaringan paling mutakhir ini sudah diadopsi. Deputy CEO Mobility Smartfren, Sukaca Purwokardjono, berharap jaringan 5G bisa diterapkan di Tanah Air paling lambat awal 2022.

Ia mengatakan meskipun nantinya jaringan tersebut sudah bisa digunakan oleh masyarakat, namun jaringan 4G, 3G maupun 2G dipastikan masih dibutuhkan. Sebab, setiap teknologi memiliki karakteristiknya masing-masing.

"Jadi, kalau kita lihat perkembangannya sekarang, kelebihan 2G masih punya jangkauan spektrum yang lebih luas di daerah terpencil untuk layanan suara. Nah, 5G hadir untuk saling melengkapi bukan tidak dipakai sama sekali," katanya, Kamis, 4 Februari 2021.

Jika dibandingkan 4G, Sukaca menyebut jangkauan 3G justru masih lebih luas. Kemudian, nantinya spektrum 4G bisa saling melengkapi dengan 5G, sehingga tidak akan hilang begitu saja. Artinya saling mendukung. Lalu, konsumen yang tidak terjangkau fiber optik bisa menikmati jaringan super cepat.

Namun begitu, Sukaca mengingatkan bahwa teknologi bisa punah jika sudah lewat dari dua hingga tiga generasi. Misalnya, karena telah adanya layanan suara di atas jaringan data.

"BTS kan tetap harus upgrade. Jadi, sebagai operator telekomunikasi, kami harus siap secara teknologi mendukung pemerintah. Tinggal menunggu spektrum mana yang mereka berikan," ungkap Sukaca.

Smartfren sudah memiliki infrastruktur jaringan 5G. Dengan begitu, ketika pemerintah sudah menetapkan pemakaian jaringan ini, maka secara otomatis mereka sudah siap beroperasi. "Kami yakin masyarakat akan antusias dengan kecepatan 5G yang bukan lagi pada hitungan Mbps melainkan Gbps," jelas dia.

Sebelumnya, anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan, menilai lelang jaringan 5G yang beberapa waktu lalu dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hanya untuk kepentingan industri. Ia lalu melihat soal keberadaan jaringan 4G, di mana untuk investasinya belum mengalami break even point serta penyebarannya belum optimal.

"Mau bikin apa? Artinya buruh akan kehilangan pekerjaan. Karena, kalau bicara jaringan 5G maka akan berpengaruh ke masalah sosial yang jauh lebih besar," kata Farhan.