Kolom Prof Tjandra: Perkembangan Cepat Omicron
- Istimewa
VIVA – Berita tentang B.1.1.529 yang kini diberi nama varian Omicron memang terus berkembang cepat, setidaknya dalam tiga hal:
1. Dalam beberapa minggu ini jumlah kasus naik tajam di hampir semua Provinsi Afrika Selatan.
2. Kalau tadinya di Eropa baru hanya di temukan di Belgia, maka sejak kemarin bertambah 3 negara lain: Jerman, Inggris dan Italia, selain di Israel dan Hongkong sehingga sudah lintas benua.
Bukan tidak mungkin varian ini akan menyebar juga ke negara-negara lain di dunia dalam hari-hari mendatang ini. Pakar Amerika Serikat Dr Anthony Fauci juga mengatakan bahwa bukan tidak mungkin varian baru ini akan ada di Amerika juga.
3. WHO juga cepat sekali mengelompokkan Omicron sebagai “Variant of Concern (VOC)”, kelompok kewaspadaan tertinggi. Varian ini baru pertama kali ada dan terkonfirmasi pada 9 November 2021, dan tanggal 26 November WHO sudah menggolongkannya dalam VOC. Jadi jarak antara virus ditemukan dengan dinyatakan sebagai VOC adalah hanya 17 hari saja.
Bandingkan dengan varian Delta yang sudah banyak makan korban di dunia dan juga di negara kita. Varian Delta pertama dilaporkan pada Oktober 2020, baru 6 bulan kemudian dinyatakan sebagai VOI dan 11 Mei 2021 diklasifikasi sebagai VOC, artinya 7 bulan lama jaraknya.
Untuk negara kita, memang sudah ada Surat Edaran Dirjen Imigrasi yang isinya a,l menyebutkan penolakan masuk sementara ke wilayah Indonesia bagi orang asing yang pernah tinggal dan/atau menunjungi wilayah Afrika Selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, dan Nigeria dalam kurun waktu 14 hari sebelum masuk Indonesia. Untuk ini maka ada empat hal yang dapat jadi perhatian:
1. Untuk mereka yang sudah masuk Indonesia dalam beberapa hari ini dan masih dalam karantina, maka sebaiknya karantinanya diperpanjang sampai satu atau dua minggu, karantina hanya tiga hari tentulah tidak cukup.
2. Karena dalam surat edaran Dirjen Imigrasi ini ada pengecualian untuk orang asing yang akan mengikuti pertemuan terkait G20, maka mereka juga tentu harus menjalani pemeriksaan ketat serta menjalani masa karantina yang memadai.
3. Ketiga, harus diingat bahwa mungkin saja sebelum tanggal 26 November sudah ada warga asing dari 8 negara itu yang masuk ke Indonesia, mungkin dalam 2 minggu terakhir ini yang bukan tidak mungkin sudah pernah terpapar varian baru ini. Untuk itu, perlu dilakukan penelusuran, apakah mereka sekarang sehat saja atau barangkali ada yang sakit yang tentu harus diisolasi dan ditangani dengan seksama, termasuk “Whole Genome Sequencing”.
4. Tentu saja akan diperlukan kajian mendalam apakah penolakan hanya dilakukan pada 8 negara ini, khususnya kalau nanti varian baru terus meluas ke negara-negara lain.
Khusus tentang pemeriksaan “Whole Genome Sequencing (WGS)” secara umum di negara kita, jelas masih perlu ditingkatkan.
Data di GISAID 26 November menunjukkan Indonesia memasukkan 8.906 sampel WGS, sementara Afrika Selatan dengan penduduk tidak sampai 60 juta sudah memasukkan 23.452 sampel WGS, serta India bahkan sudah memasukkan 80.446 WGS.
Penduduk kita kira-kira adalah seperempat penduduk India, jadi kalau India sekarang sudah memeriksa lebih 80 ribu sampel maka seyogyanya kita dapat juga harusnya sudah memeriksa 20 ribu sampel.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes