Gula Tambahan dalam Minuman Kemasan Melebihi Batas Harian

Ilustrasi minuman kemasan
Sumber :
  • stockxpertcom

VIVA Lifestyle – Tidak bisa dipungkiri bahwa minuman berpemanis dalam kemasan yang sering ditemui di rak-rak supermarket selalu menggoda untuk dicicipi. Rasa manis dalam minuman tersebut disebut-sebut bisa mengembalikan mood seseorang yang tengah menurun.

Seiring berjalan waktu minuman berpemanis dalam kemasan memiliki varian dan rasa yang beragam sehingga membuat orang penasaran untuk mencobanya. Scroll untuk simak selengkapnya.

“Sebelum tahun 2000 minuman berpemanis hanya sari buah softdrink beberapa teh itu saja. Hari ini setiap kali ke minimarket ada semua minuman beragam yang spesifik,” kata Spesialis anak, dr. Kurniawan Satria dalam acara FYI dengan tema Dunia Tipu Tipu Minuman Berpemanis Dalam Kemasan, Sabtu 17 September 2022.

Ilustrasi minum soft drink

Photo :
  • U-Report

Namun pernahkah sadar bahwa minuman berpemanis kemasan tersebut mengandung gula yang melebihi batas konsumsi gula tambahan harian? Dimana menurut American Heart Assosiation batas gula tambahan harian sebesar 25 gram. Sementara berdasarkan Kementerian Kesehatan sebesar 50 gram.

Sementara rata-rata kandungan gula tambahan pada minuman tersebut melebihi dari batas gula tambahan harian.

“Yang salah kandungannya 25 gram batasan gula tambahan sesuai di American Heart Assosiation. Kalau dilihat nutrition fact di balik kemasan Rata-rata gula tambahan dari masing-masing minuman berpemanis ada sekitar 25 gram, ada yang lebih tinggi 30 gram ada,36 gram ada, ada yang 40 gram,” ujar dia.

Kurniawan mengungkap jika masyarakat mengonsumsi satu botol minuman tersebut, maka masyarakat sudah melampaui batas harian konsumsi gula tambahan harian.

“Kalau kita minum satu saja botol kalau menurut American Heart Assosiation kita sudah melampaui batas harian kita pada anak-anak minum satu sudah melampaui kebutuhan gula tambahan dari anak tersebut,” tutur  dr. Kurniawan Satria.

Lebih lanjut bagi beberapa orang konsumsi gula berlebihan membuat mereka resisten terhadap insulin.

“Bahkan buat beberapa orang gula berlebihan membuat mereka resisten terhadap insulin akhirnya terkena COVID-19 lebih parah. Penyakit tidak menulat tidak berdiri sendiri,” tutur dia.