8 Risiko yang Sering Diabaikan saat Naik Gunung, Pendaki Wajib Tahu!

Pendaki menelusuri jalur Gunung Kembang via Blembem di Wonosobo, Jawa Tengah.
Sumber :
  • Eiger Adventure.

WONOSOBO – Keamanan dan keselamatan menjadi faktor utama ketika mendaki gunung. Mengingat, aktivitas ini bukan olahraga biasa, banyak risiko yang bisa saja mengintai ketika naik gunung

Sayangnya, tak sedikit pendaki yang mengabaikan risiko-risiko yang justru sering terjadi saat mendaki gunung. Apa saja? Berikut beberapa risiko yang sering diabaikan saat mendaki gunung, yang dipaparkan oleh Praktisi Kesehatan Alam Terbuka, dr. Ratih Citra Sari. Yuk, scroll!

Dehidrasi
Dokter Ratih mengungkapkan, kram yang banyak dialami pendaki ketika naik gunung ternyata disebabkan karena tubuh kurang cairan. Sayangnya, banyak yang tidak mengetahui hal ini, sehingga dehidrasi yang dialami tidak langsung diatasi. Penyebab lainnya adalah karena kurang konsumsi elektrolit. Lalu, apa yang harus dilakukan?

"Gak perlu beli kemasan (minuman elektrolit), tapi bisa bikin sendiri. Air 200 ml campur setengah sendok garam, tambah 2 sendok gula untuk pemanis. Ini mengurangi risiko kram sampe 80 persen," ujar dokter Ratih saat memberikan edukasi di acara EIGER Women Adventure Camp 2024, di kawasan Gunung Kembang, Wonosobo, Jawa Tengah, baru-baru ini. 

Ilustrasi pendaki gunung.

Photo :
  • Eiger Adventure.

Selain itu, dokter Ratih juga tidak merekomendasikan minum kopi karena memiliki efek diuretik sehingga bisa memicu untuk buang air kecil terus-menerus, yang juga dapat memicu dehidrasi. 

Bula
Bula terbentuk akibat gesekan dan kondisi panas yang terjadi di area kaki, akibat penggunaan kaus kaki yang tidak bersih, seperti kemasukan pasir, tanah atau batu saat mendaki, dan lain-lain. Bagaimana mencegahnya?

"Gunakan plester di telapak kaki atau area-area yang berpotensi luka atau lecet. Cara ini dilakukan jika dalam keadaan darurat, jika tidak, cobalah menggunakan sepatu yang khusus untuk mendaki agar lebih nyaman," tuturnya. 

Hipotermia
Hipotermia sering dialami oleh para pendaki. Ratih menjelaskan, tubuh kita memiliki pengaturan suhu yang harus dipenuhi agar dapat berfungsi maksimal. Jika tidak, maka hipotermia bisa terjadi. 

"Kalo temennya ada yang menggigil, meracau itu bukan kesurupan tapi hipotermia. Prinsip penanganannya harus kering (pakaian) dan tidak kena angin. Buka bajunya yang basah, jangan ditutup pake sleeping bag itu gak ada gunanya. Hipotermia prinsipnya cuma dua, kering dan terlindung dari angin," ungkapnya. 

Pingsan
Dehidrasi dan hipotermia bisa berujung pada hilangnya kesadaran atau pingsan. Ratih menerangkan, pingsan sendiri bukan penyakit, melainkan ada yang terjadi pada tubuh orang yang bersangkutan.

"Cara hadapi orang pingsan, baringkan di tempat luas, posisikan kaki lebih tinggi dari jantung, longgarkan pakaian, lepaskan sepatu. Dalam kondisi tidak sadar, jangan kasih minum," jelasnya. 

"Jangan kasih minuman manis saat orangnya tidak sadar, karena akan merendam paru-paru. Jadi tadinya niatnya mau menolong malah bisa menambah kondisi berbahaya. Pastikan orangnya sadar, tanya misal namanya atau apa pun jika sudah dipastikan sadar, baru boleh diberi teh manis hangat, misalnya," sambung dia. 

Kejang
Beberapa ciri orang yang mengalami kejang antara lain, hilang konsentrasi, kedua tangan kaku disertai gerakan kejut, bola mata berbalik ke atas, rahang terkatup, muntah, henti napas sejenak, kehilangan kontrol buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB), serta lemas seusai kaku. 

"Penanganan, pindahkan barang-barang berbahaya yang ada di dekat penderita, jangan pindahkan penderita kecuali dalam bahaya, longgarkan kerah kemeja, jangan masukkan apa pun ke mulut penderita," pungkas dokter Ratih. 

Terkilir
Terkilir juga kerap dialami oleh pendaki gunung. Beberapa tandanya antara lain, nyeri, memar, kaku, dan bengkak pada sendi. 

"Penanganan RICER: Rest (istirahatkan tubuh yang cedera) Ice (kompres es), Compression (balut dengan perban), Elevation (angkat bagian yang cedera), Referal (rujuk atau cari pertolongan medis)," tukasnya.  

Perdarahan
Jika pendaki terluka dan mengalami perdarahan, atasi dengan menekan daerah perdarahan, gunakan sarung tangan, lakukan balut tekan paling cepat dengan kaus kaki bersih. 

"Pertolongan pertama, tinggikan bagian yang terluka," imbuh Ratih.  

Patah tulang
Menurut dokter Ratih, jika terjadi patah tulang, harus lakukan imobilisasi. 

"Prinsipnya dua sendi tidak bergerak. Banyak yang pasang bidai, tapi masih salah," pungkas dokter Ratih.