Air Rebusan Ubi Mampu Turunkan Berat Badan

Ubi Manis
Sumber :
  • Pixabay/Gaertringen

VIVA.co.id – Banyak orang yang menginginkan berat tubuh ideal dengan menggunakan berbagai cara. Tetapi, kini Anda tak perlu lagi pusing menentukan metode efektif untuk menurunkan berat badan, karena sejumlah ilmuwan menyatakan bahwa rahasia berat badan ideal ternyata cukup mudah dilakukan.

Sebuah penelitian baru, dilansir Daily Mail, menemukan bahwa meminum air sisa rebusan ubi dapat membantu Anda mendapatkan tubuh yang ideal.

Para ilmuwan menemukan, kandungan protein yang ada dalam air rebusan tersebut dapat menekan nafsu makan. Meskipun penelitian ini baru di ujicoba secara praklinik pada tikus, namun para peneliti mengatakan bahwa hal ini juga berpotensi terjadi pada manusia.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Heliyon ini, para peneliti dari Jepang, memberi makan beberapa kelompok tikus dengan diet tinggi lemak, mereka memberikan peptida ubi kadar tinggi yang diproduksi protein enzim pencernaan dalam air selama proses merebus.

Setelah 28 hari, tikus kemudian ditimbang dan diukur massa liver, serta jaringan lemaknya. Begitu juga dengan kadar kolesterol dan trigliserida, serta leptin yang mengendalikan rasa lapar.

Para peneliti dari National Agriculture and Food Research Organisation, Tsukuba, Jepang, ini juta mendata ukuran adiponektin yang mengukur sindrom metabolik.

Mereka menemukan bahwa tikus yang diberi kadar peptida ubi yang tinggi memiliki berat badan yang sangat rendah. Para peneliti juga menemukan kadar kolesterol, trigkiserida, dan adiponektin yang lebih rendah pada tikus.

"Kami memberikan air rebusan ubi yang mengandung protein dalam volume yang besar. Kami berhipotesis, ini bisa mempengaruhi berat badan, jaringan lemak, dan faktor lainnya," ujar peneliti utama Dr Koji Ishiguro.

Dr Ishiguro menambahkan bahwa penemuan alternatif penggunaan protein ubi dalam air rebusannya dapat menjadi solusi baik tidak hanya bagi kesehatan tapi juga lingkungan dan industri.

Hasil penelitian ini juga diyakini dapat efektif digunakan pada manusia karena tikus dianggap memiliki kesamaan secara biologis dengan manusia. Namun, para peneliti menekankan bahwa penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk memastikan keakuratan temuan ini.