Seni Komunikasi Ini Jadi Kemampuan Tepat Generasi Muda Atasi Konflik Masa Depan

ilustrasi anak belajar.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Lifestyle – Tidaklah berlebihan untuk menyebut diplomasi sebagai seni yang memiliki berbagai macam aliran dan gayanya tersendiri. Bukan tanpa alasan, banyaknya konflik di masa mendatang membuat generasi muda saat ini sudah seharusnya memiliki kemampuan berkomunikasi tepat untuk menjadi sosok diplomat yang kompeten.

Mudah untuk generasi saat ini melupakan kepentingan dari seni diplomasi saat kekuatan absolut dan kekerasan cenderung menjadi respon dan jawaban saat menghadapi konflik. Isolationism dan kecenderungan untuk mementingkan pihak sendiri pada akhirnya membuahkan situasi dimana negosiasi tidak lagi menjadi opsi. 

Pandemi Covid-19, invasi Rusia ke Ukraina, dan resesi ekonomi hanyalah puncak gunung es dari krisis global yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Masalah yang tidak dapat diselesaikan tanpa kolaborasi. Faktanya, generasi ini membutuhkan ruang dimana untuk mengasah keterampilan kepemimpinan mereka, untuk mempersiapkan diri menjadi future-ready citizen; penuh hormat, visioner, dan juga kritis.

Ilustrasi anak belajar.

Photo :
  • Freepik/bristekjegor

Sebuah wadah yang memfasilitasi pembentukan self-regulated leaders untuk berkontribusi dalam pemecahan krisis global. Maka, HighScope Model United Nations (HSMUN) yang merupakan pionir dari kegiatan simulasi Sidang PBB untuk jenjang pendidikan SMA, kembali membuka pintunya bagi 114 siswa-siswi dari 15 sekolah dari DKI Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Bali. 

Setelah menjadi menjadi tolak ukur kegiatan–kegiatan serupa di Indonesia selama lebih dari satu dekade, HSMUN kembali berlangsung secara luring di tahun 2022. Di Tahun ke-13 ini, HSMUN mengangkat tema“Hand in Hand Toward Solving a Global Crisis.” HSMUN merupakan wadah yang tepat bagi siswa jenjang pendidikan SMA untuk mengasah skills dan values melalui pengetahuan akan PBB serta permasalahan dunia secara umum. 

“Hari ini saya melihat bahwa para delegasi di HSMUN adalah bagian dari bonus demografi
Indonesia yang berkualitas. Mereka telah memiliki visi kebangsaan serta wawasan internasional yang baik. Levelnya dalam melihat fenomena internasional atau krisis global seperti climate change perlu dipertahankan dan terus diasah agar semakin berkembang. Para delegasi pun memiliki pengetahuan serta keinginan yang kuat untuk mencari solusi bersama dalam mengatasi krisis global," ucap Bapak Husain Abdullah di keterangan persnya. 

Sekolah HighScope Indonesia percaya bahwa pembelajaran yang paling baik adalah pembelajaran yang sedekat mungkin dengan kehidupan sebenarnya (real life experience). Untuk itulah kegiatan belajar mengajar diatur sedemikian rupa agar dapat mengakomodasi nilai-nilai (value) maupun kemampuan (skills) yang dibutuhkan oleh siswa untuk bisa sukses di masa yang akan datang. 

"Semoga kelak anda semua menjadi bagian dari aktor atau diplomat, yang dapat berperan aktif dan ikut serta dalam menjaga ketertiban dunia dan mencapai kesejahteraan umat manusia serta menegakkan perdamaian dunia," tambahnya.

Keterampilan lain yang dibutuhkan di abad 21, seperti keterampilan berbicara di depan publik (public speaking), keterampilan menulis (writing skill), keterampilan bernegosiasi (negotiation skill), keterampilan melakukan riset/penelitian (research skill), keterampilan memecahkan masalah (problem solving), pembangunan kesepahaman (consensus building), serta kompromi dan kerjasama (compromise and cooperation) pun diasah selama dua hari ini.

Ilustrasi siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah memakai tablet.

Photo :
  • RocketNews24

Selain itu, para peserta juga diharapkan untuk dapat mengenal serta belajar mengenai diplomasi, isu-isu global, dan mencari solusi atas permasalahan global sejak dini. Seluruh ketrampilan ini dibutuhkan oleh para generasi muda yang kelak akan menjadi pemimpin dan pengambil keputusan di masa depan ketika mereka menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

Pada sesi Conference para delegasi perwakilan sekolah akan mewakili negara-negara anggota PBB dan enam komite PBB. Di dalam Committee Session inilah setiap peserta/delegasi dapat menjelaskan posisi dari negara yang mereka wakili terkait dengan isu yang dibahas, mempertahankan argumentasi dan hak-hak dari negara yang mereka wakili, serta berusaha mencari dukungan dari negara-negara lain untuk mendukung resolusi yang mereka rancang.