Benteng Moraya, Sejarah Kegigihan Masyarakat Minahasa

Benteng Moraya di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara
Sumber :
  • VIVA/Agustinus Hari

VIVA – Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, ternyata banyak memiliki lokasi wisata yang tak kalah menarik dari tempat lain di Sulut bahkan Indonesia. Salah satunya, lokasi wisata Benteng Moraya.

Berbeda dengan lokasi wisata sebelumnya yang merupakan hasil kreasi masyarakat, dan tak memiliki sisi historis, Benteng Moraya justru sebaliknya. Benteng Moraya memiliki cerita yang patut diketahui. Diawali dari perang Tondano pertama pada tahun 1661-1964 dan perang Tondano keempat yang terjadi pada tahun 1907-1908.

Pada pertempuran keempat tersebut, Benteng Moraya menjadi saksi kegigihan masyarakat Minahasa mempertahankan tanah kelahirannya. Di Lokasi ini juga menjadi pusat dari kekuatan pasukan orang Minahasa yang disebut Minawanua.

Sehingga untuk memperkenalkan sejarah tersebut, Pemerintah Kabupaten Minahasa kemudian membangun Benteng Moraya sebagai pengingat akan kegigihan orang Minahasa melawan penjajahan untuk mempertahankan tanah leluhurnya.

 


Kini, bukti kegigihan rakyat Minahasa telah menjadi lokasi wisata yang eksotik dan telah menjadi salah satu ikon wisata masyarakat Minahasa dan Sulut. Lokasi ini juga sering dikunjungi turis nasional maupun mancanegara. Seperti April lalu, saat Paskah Pemuda Asia di Sulawesi Utara, Benteng Moraya menjadi tempat perhentian terakhir parade peserta yang berasal dari belasan negara.
 
Moraya sendiri berarti genangan darah yang tumpah, karena mempertahankan tanah kelahiran. Sampai hari ini juga masih ditemui bukti-bukti sejarah pertempuran tersebut.
 
“Ini merupakan pertahanan terakhir masyarakat Minahasa melawan Belanda, meski mendapat gempuran, mereka bisa bertahan,” kata Lefrando Andre Gosal, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sulawesi Utara.

Kuburan kuno 


 
Di lokasi wisata ini juga terdapat waruga atau kuburan-kuburan kuno masyarakat Minahasa. Kuburan itu terbuat dari batu berbentuk segi empat, yang bagian dalamnya berlubang dan digunakan untuk menjadi peti bagi jenazah. Di bagian atasnya dibuat berbentuk atap rumah, yang digunakan untuk menutup batu tersebut.
 
“Sebenarnya sudah beberapa kali datang di sini. Ini yang kedua kali. Kebetulan sedang punya waktu. Biasa kalau ke sini, sekadar habiskan waktu saja. Pemandangannya juga indah,” kata Steve, salah satu pengunjung ketika ditemui di lokasi wisata, beberapa waktu lalu.
 
Steve juga menuturkan, bahwa Benteng Moraya merupakan bagian penting dari sejarah orang Minahasa, karena itu wajib dikunjungi. Selain itu, keadaan demografi juga menjadi alasan ia menjadikan Benteng Moraya sebagai pilihan wisata.
 
“Biasanya (ke sini) kalau libur, atau gak pergi kerja. Foto-foto, duduk sebentar. Lalu pulang. Kalau pulang juga saya biasanya akan singgah di wisata kuliner Boulevard Tondano,” ujar warga Manado ini. (mus)