Babak Baru Terorisme 

Pengeboman di Gereja Pantekosta, Surabaya, Minggu (13/05). - AFP
Sumber :
  • bbc

VIVA – Rumah yang berlokasi di Blok K, Perumahan Wisma Indah di wilayah Rungkut, Surabaya, itu jauh dari kesan kumuh. Rumah tersebut terbilang bagus. Ada kanopi yang langsung tersambung dengan garasi, sebuah teras kecil, tembok. Pagarnya juga terlihat kokoh dengan lantai yang mengkilat.

Sebuah halaman kecil di bagian depan rumah dipasangi papan untuk belajar memanah. Dua buah kursi dan satu meja sudut berbahan kayu jati tersedia di teras. Aneka tanaman menghiasi halaman depan, juga di depan pagar. Rumah itu terlihat teduh dan nyaman meski di beberapa bagian catnya mulai mengelupas.

Tak ada tetangga yang menyangka, rumah tersebut ternyata didiami oleh pelaku bom bunuh diri di tiga gereja yang melakukan aksinya pada Minggu pagi, 13 Mei 2018. Dita Oepriarto (47) dan istrinya Puji Kuswati (43), beserta keempat anak mereka telah menjadi penghuni tetap rumah tersebut sejak tahun 2012.

 

Polisi melakukan olah TKP pasca ledakan bom di tiga gereja di Surabaya

Tetangga mengenal Dita dan Puji juga anak-anak mereka seperti keluarga pada umumnya. Tak ada yang aneh atau janggal dalam keseharian keluarga tersebut. Dita juga dikenal sebagai pengusaha minyak kemiri, jinten, dan zaitun. Usahanya dikabarkan maju, bahkan hingga menyewa lahan tak jauh dari rumah tersebut untuk area produksi. Pelanggannya banyak, dan mereka datang membawa jerigen menggunakan mobil atau motor.

Khorihan, Ketua RT setempat mengatakan, Dita dan keluarganya hidup normal seperti keluarga lain. "Istrinya juga tak bercadar, dan jika bertemu warga, mereka menyapa dan berbicara seperti umumnya," ujar Kharihan saat dikunjungi VIVA pada Selasa malam, 15 Mei 2018.

Keempat anak Dita dan Puji juga bermain dan bergaul. Dua anak yang paling besar, keduanya laki-laki, kerap bermain bola. Sementara dua anak perempuan yang masih kecil juga bermain sepeda bersama anak-anak lain. Khorihan mengakui, Dita memang tak pernah mengikuti kegiatan keagamaan yang diadakan di kompleks mereka.

"Tapi selebihnya dia biasa saja. Juga melakukan salat jemaah di musala bersama-sama. Dan tak ada yang aneh dengan gerakan salatnya," ujarnya.

Itu sebabnya, ketika nama Dita dan keluarganya mencuat sebagai pelaku bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya yang meledak pada Minggu pagi, 13 Mei 2018,  tetangga sangat kaget. Apalagi, Dita mengajak seluruh keluarganya, termasuk istri dan dua anak perempuannya untuk ikut beraksi.

Aksi mengebom bersama keluarga ternyata tak hanya dilakukan Dita. Minggu malam, di rusunawa di wilayah Wonocolo juga terjadi ledakan. Tiga orang meninggal dunia, mereka adalah bapak, ibu, dan satu anaknya. Satu anak lain selamat dan kini masih dalam perawatan di rumah sakit. Polisi mengatakan, keluarga tersebut tewas oleh bom rakitan mereka sendiri.

Senin, 14 Mei 2018, satu keluarga yang berboncengan menggunakan dua motor juga melakukan hal yang sama. Rombongan yang terdiri dari bapak, ibu dan tiga anak ini mencoba menerobos pintu gerbang Mapolrestabes Surabaya. Namun mereka dihentikan di pintu masuk. Tak lama bom meledak, empat orang pembawa bom tewas. Tapi salah seorang anak perempuan ternyata selamat setelah sempat terlontar.

 

Aksi Dita dan dua keluarga lain membuat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menangis tak berhenti. Risma mungkin tak pernah menduga, kota yang ia bangun dengan penuh harapan dan cinta itu menjadi sasaran aksi terorisme. Ia lebih terluka lagi ketika tahu bahwa para pelaku mengajak serta anak-anak mereka dalam aksinya.