Jargon Ngawur Trump

Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Sumber :
  • Twitter.com/@realDonaldTrump

VIVA – Perang diksi "receh" di masa kampanye Pilpres negeri ini makin tajam, menggelikan, dan bikin geleng-geleng kepala. Demi meraih perhatian lebih banyak publik, dua pasang calon presiden dan wakil presiden yang berseteru beserta timses jor-joran melontarkan pernyataan kontroversial, seolah tak peduli apakah itu berlanjut pada debat kusir yang tak perlu, bahkan terkesan mengesampingkan etika.  

Kubu Prabowo kisruh dengan 'Tempe setipis ATM,' dan 'tampang Boyolali,' lalu kubu Jokowi mengeluarkan 'politikus sontoloyo,' 'politisi genderuwo,' dan 'buta-budeg.' Kedua kubu terlihat berlomba melontarkan kalimat atau kata-kata yang tak terkait dengan kepentingan publik dengan menggunakan diksi yang populer dalam bahasa sehari-hari.

Berbeda dengan Pilpres 2014 di mana timses dua kandidat konsisten memainkan isu personal, Pilpres kali ini arah isu personal belum terlihat. Tapi yang muncul adalah isu-isu dan kata-kata yang rasanya tak berdampak bagi kepentingan publik.

Media juga ikut meramaikan diksi-diksi tak penting atau receh itu sehingga menjadi meme, lontaran, juga candaan. Politisi saling bersahutan membalas sontoloyo, genderuwo, tampang Boyolali, buta-budeg, dan tempe setipis atm.

Tapi, diksi-diksi receh itu tak hanya terjadi di Indonesia. Amerika Serikat sudah lebih dulu "memelopori," termasuk pada Pemilu 2016 lalu. Donald Trump yang jadi bintangnya.  

Walau banyak warga Amerika yang sebal dengan rentetan diksi receh yang dilontarkan kepada lawan-lawannya, termasuk Hillary Clinton, Trump toh berhasil menang Pilpres. Padahal jutaan rakyat AS tahu, kredibilitas Trump jauh di bawah Hillary.

Hillary Clinton. (Twitter.com/@HillaryClinton)

Nyatanya, Trump berhasil menyisihkan istri eks Presiden Bill Clinton itu di "babak final" Pemilu, dan kini jadi pemimpin AS ke-45.

Sejak masa kampanye dimulai Trump kerap mengeluarkan kata-kata yang ngawur. Meski publik sadar dan tak menyukai lontaran yang disampaikan Trump, nyatanya ia berhasil menyisihkan satu demi satu kompetitornya di Partai Republik, dan akhirnya memenangkan pertarungan untuk menjadi orang nomor satu di Amerika.

Washington Post mencatat, hanya tujuh pekan sejak pertama kampanye dimulai, Trump sudah mengeluarkan 1.419 kata-kata yang menyesatkan. Jika dikalkulasi, itu sudah setara dengan 30 kata per hari. Trump melontarkannya dengan berbagai cara. Ketika di podium, ketika di wawancara media, ketika berbicara dengan seseorang, bahkan melalui Twitter yang ia kelola sendiri.

Kebiasaan itu tak berhenti hingga sekarang. Washington Post memberitakan, jika digabungkan sejak kampanye hingga menjadi presiden, hingga 30 Oktober 2018, atau 649 hari ia menjabat, ia sudah melontarkan 6.420 kata-kata ngawur.

"Merujuk database The Fact Checker's yang melakukan analisa, kategorisasi, dan menelusuri setiap kata yang dilontarkan oleh presiden, banjir informasi keliru terjadi setelah Trump menjabat sebagai presiden. Meski demikian, ia tetap mengulangi kesalahan yang sama setiap melakukan wawancara di daerah," tulis koran tersebut dalam terbitan tanggal 2 November 2018.

Taktik Kata Trump

Salah satu kata paling tenar yang dilontarkan Trump adalah sebutan 'crook' atau penipu yang ia sematkan untuk Hillary. 'Crook' menjadi kata yang efektif untuk membangun pandangan umum di kalangan pemilih bahwa Hillary Clinton adalah seseorang yang tak dapat dipercaya.

Apalagi, saat itu kasus skandal email Hillary juga sedang gencar jadi pemberitaan, dan informasi bagaimana trauma Hillary soal Benghazi, Irak, ketika ia menjadi Menlu AS juga masih hangat beredar. Semakin gencar diberitakan, semakin publik percaya, bahwa Hillary adalah penipu dan ia mengambil keputusan yang salah soal Irak.