Langkah Pemerintah Atur Tarif Taksi Online Dipertanyakan

Sejumlah penumpang menunggu layanan ojek dan taksi berbasis online.
Sumber :
  • REUTERS/Edgar Su

VIVA.co.id – Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 menerapkan tarif batas atas dan batas bawah pada angkutan berbasis aplikasi. Pengamat Transportasi, Azas Tigor Nainggolan menilai, penerapan tarif batas atas dan batas bawah janggal, karena dianggap melindungi kepentingan pengusaha taksi, bukan pengguna taksi.

"Masyarakat tidak pernah meributkan dan tidak membutuhkan peraturan soal tarif. Masyarakat membutuhkan kebijakan atau peraturan yang secara jelas melindungi haknya," kata Tigor kepada VIVA.co.id di Jakarta, Selasa 4 Juli 2017.

Dia menyarankan pemerintah membuat regulasi untuk melakukan pengawasan terhadap layanan taksi online, bukan lebih kepada tarifnya. Soal tarif, menurutnya, dilepas pada pasar sesuai kebutuhan juga kesepatakan antara pengguna layanan dan penyedia layanan taksi online.

"Masyarakat pengguna taksi (konvensional), juga taksi online lebih membutuhkan regulasi yang dibuat pemerintah atau peraturan untuk lebih menjamin perlindungan sebagai konsumen yang menggunakan taksi online," tuturnya.

Menurut dia, penerapan itu menjawab adanya perang tarif oleh taksi reguler dengan tarif taksi online yang murah. Selama ini masyarakat lebih memilih menggunakan taksi online yang lebih nyaman, aman dan murah.

"Masyarakat mulai meninggalkan taksi reguler yang kurang nyaman serta tarifnya mahal. Sekarang ini sudah banyak keluhan atau masalah kekurangan nyamanan yang dialami pengguna taksi online. Nah, seharusnya pemerintah mengatur pelayanan taksi online," kata dia.