Pernyataan Kontroversial Prabowo dan Jokowi, Bagian Strategi Pilpres?

Joko Widodo (kanan) dan Prabowo Subianto saat pengambilan nomor urut calon presiden pada September lalu.-Getty Images
Sumber :
  • bbc

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Aditya Permana, menyebut pernyataan-pernyatan berbau kontroversi yang dilontarkan Prabowo Subianto dan Joko Widodo, akan terus berlangsung hingga jelang pemilihan presiden April 2019.

Hal itu dilakukan untuk memudahkan masing-masing kubu memetakan suara pemilihnya. Namun demikian, ia berharap kedua calon segera menghentikan aksi saling berbalas ucapan dan lebih menyodorkan program-program untuk masyarakat.

"Ini (saling balas ucapan kontroversi) akan diciptakan sampai April. Jokowi akan terus bicara soal keberhasilannya dan kemampuannya selama lima tahun. Sementara narasi yang dibangun Prabowo adalah gagal semua pemerintahan Jokowi dan tidak berdampak positif," ujar Aditya Perdana kepada BBC News Indonesia.

"Sekarang pilihannya mereka diarahkan mengajukan program-program, bukan berbalas statment yang menurut saya tidak produktif," sambungnya.

Dalam pengamatannya, baik Prabowo Subianto maupun Joko Widodo meniru strategi kampanye Donald Trump. Keduanya kerap melontarkan pernyataan kontroversi dengan tujuan agar gampang memilah mana yang menjadi pemilih loyal dan tidak. Langkah itupun, menurut Aditta, berhasil memecah suara masyarakat.

"Menurut saya, di antaranya dua kelompok pemilih ini sudah ada yang percaya," jelasnya.

"Misalnya pernyataan genderuwo, sontoloyo, tempe setipis ATM, kalau mau dilawan dengan fakta, semua itu bisa dinafikkan. Tapi buat mereka (dua kubu) nggak penting. Yang penting, bagaimana membuat pemilih dalam situasi pertarungan dua kelompok yang saling bertentangan."


Prabowo menimbulkan silang pendapat setelah menyatakan Indonesia bakal punah bila ia gagal dalam pilpres. - Getty Images

Ia memperkirakan narasi yang berkembang di masyarakat tidak akan berubah dari balas-balasan perkataan. Hal lain, kubu Jokowi-Ma`ruf akan terus menggaungkan keberhasilan pemerintahan Jokowi dalam hal infrastruktur. Tapi kemudian ditangkis kubu lawan dengan mengatakan program pembangunan itu tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat.

"Kalau ditanya yang mengatakan keberhasilan Jokowi, dari hasil survei ada 70% yang menyatakan Jokowi kinerjanya baik. Tapi yang milih Jokowi hanya 50%. Nah di situ letak kegalauannya," ungkap Aditya.

"Kegalauan tim Jokowi itu yang dimainkan kubu Prabowo dengan menyambar isu bahwa pemerintah gagal, ekonomi jelek, atau infrastruktur tak berdampak."

Calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto, lagi-lagi melontarkan pernyataan kontroversial dengan mengatakan, Indonesia bisa punah jika ia dan Sandiga Uno kalah dalam Pemilihan Presiden 2019. Hal itu, disampaikannya dalam acara Konferensi Nasional Partai Gerindra di Sentul Internasional Convention Centre, Bogor, Jawa Barat.

"Kira merasakan rakyat ingin perubahan, rakyat ingin perbaikan, rakyat ingin pemerintah yang bersih dan tidak korupsi. Karena itu, kita tidak bisa kalah. Kita tidak boleh kalah. Kalau kita kalah, negara ini bisa punah," ujar Prabowo di hadapan para kader, relawan, dan partai pendukungnya, Senin (17/12).

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade, mengatakan pidato itu ditujukan kepada para relawan dan kader partai Gerindra sebagai pemecut semangat memenangkan pasangan tersebut. Dimana pada awal tahun depan, seluruh relawan dan kader bakal door to door menemui pemilih.

Hal lain, pernyataan Indonesia bisa punah itu terkait dengan kebijakan ekonomi pemerintahan Joko Widodo yang dianggap Prabowo tak sejalan dengan Undang-Undang 1945.

"Soal punah, itu bicara tentang ekonomi. Misalnya data pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang sangat kecil dan aset negara yang dikuasai oleh segelintar orang," ujar Andre Rosiade kepada BBC News Indonesia.

"Ya kalau salah kelola terus, salah urus, kan bisa punah negara kita. Bisa berantakan," sambungnya.

Baginya pidato mantan Pangkostrad tersebut tidaklah kontroversial apalagi menakut-nakuti masyarakat. Andre justru menyalahkan media karena "menyusup" ke acara konferensi sehingga arahan Prabowo untuk kader dan relawan tersiar luas.

"Pidatonya itu internal, kecuali Prabowo konferensi pers di depan publik. Media juga di luar, nggak ada yang masuk ke dalam. (Media di dalam) itu nyusup."

Gerindra juga, menurutnya, tak khawatir pernyataan Prabowo semacam ini bakal menggerus elektabilitasnya sebagai calon presiden.

"Kita nggak khawatir. Karena Prabowo bicara apa adanya. Prabowo bukan raja pencitraan yang perlu masuk got atau pura-pura jadi imam sholat untuk mendapat simpati rakyat," imbuhnya.

Setidaknya, ada tiga pidato lain dari Ketua Umum Gerindra ini yang menjadi sorotan yakni;

1. Indonesia akan bubar pada 2030

Pada 22 Maret 2018, Prabowo mengaku mengutip dari buku fiksi berjudul Ghost Fleet. Dengan berapi-api, ia mengatakan, "Di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian, dimana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030".

Menurut penilaian Prabowo, hal itu bisa saja terjadi karena elit Indonesia saat ini tidak peduli meski 80 persen tanah dikuasai oleh satu persen rakyat. Begitu pula saat sebagian besar kekayaan Indonesia diboyong ke luar negeri.

2. Media massa di Indonesia memanipulasi demokrasi

Pada 2 Desember 2018, saat pidato di reuni 212 Prabowo jengkel karena media dituding tak berimbang memberitakan aksi yang digelar di Monas. Dimana menurut Prabowo, sebanyak delapan juta orang nimbrung di sana.

Baginya, dengan tak menjadikan reuni 212 sebagai berita utama menunjukkan media massa di Indonesia telah memanipulasi demokrasi.

3. Sindiran tampang Boyolali

Pada 30 Oktober 2018, Prabowo berkata, "Saya keliling Jakarta lihat gedung-gedung mewah. Tapi saya tidak yakin kalian pernah masuk. Kalian kalau masuk mungkin diusir, tampang kalian tampang tidak orang kaya, tampang Boyolali".

Hal itu disampaikan saat ia meresmikan kantor Badan Pemenangan Prabowo-Sandi di kabupaten itu. Belakangan Prabowo meminta maaf atas pidatonya dan mengklaim jika maksudnya hendak berempati atas kondisi rakyat Indonesia.

Namun demikian, tak cuma Prabowo Subianto yang mengucapkan pernyataan berbau kontroversi. Calon presiden nomor urut satu, Joko Widodo juga pernah mengucapkan kata-kata seperti;

1. Politik genderuwo

Pada 9 November 2018, Presiden Jokowi menyindir politikus yang kerap menyebarkan propaganda dan menakut-nakuti masyarakat dengan sebutan politik gerenduwo. "Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masak masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Enggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya politik gerenduwo."

Berbicara di Kabupaten Tegal, ia meminta para politikus menghentikan suasana yang menciptakan ketidakpastian.

2. Politikus sontoloyo

Pada 23 Oktober 2018, Jokowi mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dan tak mudah terperdaya dengan ucapan para politikus. Sebab, kata dia, banyak yang sengaja memperdaya masyarakat untuk kepentingan politik sesaat. "Hati-hati, banyak politikus yang baik-baik, tapi juga banyak politikus yang sontoloyo!"

Berpidato saat membagikan 5000 sertifikat tanah di Kebayoran Lama, ia meminta program-program pemerintah tak dikaitkan dengan politik.

3. Saya tabok !

Pada 23 November 2018, Jokowi menyatakan kekesalannya atas tuduhan kabar bohong atau hoaks kepada dirinya. Terutama terkait Partai Komunis Indonesia (PKI). "Ini yang kadang-kadang, haduh, mau saya tabok, orangnya di mana saya cari betul. Saya ini sudah 4 tahun diginiin."

Juru Bicara Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Ma`ruf, Irma Suryani Chaniago, mengatakan pernyataan itu keluar karena Jokowi merasa omongan para politikus oposisi kerap tak berbasis data dan tidak konstruktif.

"Kalau Jokowi bicara soal politik sontoloyo karena sudah kelewatan bicaranya. Menakut-nakuti rakyat, mendown grade rakyat Indonesia. Jadi presiden kesal juga," ujar Irma Suryani Chaniago kepada BBC News Indonesia.

"Kalau genderuwo, presiden ingin mengingatkan jangan ingin berkuasa tapi bicara ke publik tidak pakai data," sambungnya.

Ia pun membantah jika pernyataan Jokowi itu sengaja diucapkan sebagai bagian strategi menaikkan elektabilitas sang capres. Irma justru mengklaim kehadiran Ma`ruf Amin efektif menaikkan tingkat keterpilihan pasangan ini.

Meski, kata dia, ada empat wilayah yang harus digenjot untuk mendongkrak suara Jokowi-Ma`ruf yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Lampung.

"Tidak, cuma dia (Jokowi) selama ini kan diam dibilang PKI dan segala macam. Jadi alangkah tololnya yang percaya isu itu."

Irma malah menilai, perkataan Prabowo di Konferensi Nasional Partai Gerindra sangat tidak relevan. Sebab menang atau kalah dalam pertarungan di Pilpres mendatang adalah hal yang biasa.

"Apa kaitannya antara Gerindra kalah dengan Indonesia punah? Yang bisa memusnahkan Indonesia adalah Tuhan yaitu kiamat. Beliau kan bukan tuhan," ungkapnya.